ISTANBUL (Arrahmah.com) – Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan meminta para pemimpin Muslim untuk bersatu menghadapi “Israel”, beberapa hari setelah puluhan warga Palestina gugur akibat tembakan sniper “Israel” pada peringatan hari Nakba, bertepatan dengan relokasi kedutaan besar AS di Yerusalem.
Dalam pertemuan luar biasa Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang di selenggarakan pada Jum’at (18/5/2018), Erdogan mengatakan bahwa “Israel” harus bertanggung jawab atas kekerasan yang menimbulkan ratusan korban jiwa dan ribuan orang terluka sehingga mengundang kecaman dari berbagai negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika Utara.
“Tindakan yang diambil bagi warga Palestina yang dibunuh oleh bandit-bandit “Israel” adalah untuk menunjukkan kepada dunia bahwa ummat manusia belum mati,” kata Erdogan kepada para pemimpin Muslim yang berkumpul di kota terbesar Turki, Istanbul, sebagaimana dilansir Al Jazeera.
Presiden Turki menggambarkan pembunuhan “Israel” atas warga sipil Palestina sebagai bentuk “premanisme, kekejaman, dan teror negara”, dia juga mengatakan bahwa pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota “Israel” pasti akan menghantui negara tersebut.
Pada Senin (14/5) bertepatan dengan relokasi kedutaan AS di Yerusalem, sebanyak 62 orang Palestina, termasuk 5 anak-anak, tewas dan lebih dari 2.700 orang lainnya luka-luka ketika tentara “Israel” memuntahkan peluru tajam ke arah para demonstran Palestina tak bersenjata di perbatasan Gaza.
Pertemuan OKI di Istanbul dihadiri oleh beberapa kepala negara, namun Arab Saudi hanya mengirimkan seorang pejabat senior kementerian luar negeri. Begitu juga dengan Mesir, Bahrain dan UEA yang hanya mengirimkan salah satu menteri mereka.
Dalam pertemuan tersebut, Emir Qatar Syeikh Tamim bin Hamad Al Thani mengatakan bahwa Palestina “telah menjadi simbol bagi orang-orang tertindas di belahan dunia mana pun” dan dia juga mengutuk “Israel” karena telah melakukan “pembantaian massal” terhadap para demonstran yang menggelar aksi dengan damai.
“Siapa yang tidak tahu mengenai blokade yang dilakukan di Jalur Gaza dan hukuman kolektif terhadap penduduknya?” kata Emir.
“Jalur Gaza telah menjadi kamp pengungsi terbesar bagi jutaan orang yang kehilangan hak paling dasar mereka untuk melakukan perjalanan, mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan perawatan medis.”
“Ketika anak-anak mereka memanggul senjata mereka disebut teroris, dan ketika mereka melakukan demonstrasi damai mereka disebut ekstremis, dan ditembak mati dengan peluru tajam.”
Sementara itu, Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah mengatakan AS telah menjadi “bagian dari masalah dan bukan pemberi solusi”. Dia menyebut relokasi kedutaan AS sebagai “tindakan agresi terhadap negara Islam, terhadap kaum Muslim dan Kristen.”
Raja Yordania Abdullah II mendesak agar segera diambil langkah-langkah nyata untuk mendukung “perlawanan Palestina”, sementara Persiden Iran Hasan Rouhani menyerukan agar diambil langkah-langkah politik dan ekonomi terhadap AS dan “Israel”.
Pada Jum’at (18/5) malam, OKI mengeluarkan panggilan komunike terakhir kepada PBB agar membentuk penyelidikan internasional atas pembunuhan di Gaza, menciptakan kekuatan perlindungan internasional untuk Palestina, dan memberikan hak kepada OKI untuk memberikan pembatasan ekonomi bagi setiap negara, perusahaan, atau individu yang mengakui aneksasi “Israel” atas Yerusalem.
Erdogan juga mengatakan dalam pertemuan tersebut, “Sejak 1947, ‘Israel’ bebas melakukan apa saja yang disukainya di wilayah Palestina. Mereka melakukan apa pun yang mereka inginkan. Tapi pada kenyataannya semua dapat kita cegah … jika kita bersatu.” (Rafa/arrahmah.com)