TUNIS (Arrahmah.com) – Gerakan Ennahda Tunisia, pada Jumat (15/10/2021), mengecam apa yang disebutnya sebagai “pemerintah de facto yang dipimpin oleh Bouden.”
Dalam sebuah pernyataan resmi, gerakan tersebut mengatakan bahwa pembentukan pemerintahan Bouden “melanggar prosedur konstitusional Tunisia.”
“Kehilangan legitimasi pemerintah akan memperburuk tantangan dan hambatan yang dihadapi pemerintah dalam menangani urusan nasional dan mitra internasional,” bunyi pernyataan itu, lansir Alaraby.
Ennahda menyebutkan bahwa tindakan seperti itu akan memecah belah rakyat Tunisia, menyulut konflik dan merusak persatuan nasional.
Pernyataan itu juga menegaskan bahwa gerakan itu menolak penangguhan konstitusi dan lembaga pemerintah.
Gerakan politik tersebut memperingatkan tentang apa yang digambarkannya sebagai bahaya terus menekan pengadilan, dan menyerukan untuk menghormati independensi peradilan sehingga dapat menjalankan tugasnya dalam melindungi hak dan kebebasan.
Pada tanggal 25 Juli, Presiden Tunisia Kais Saied mengutip Pasal 80 konstitusi untuk memberhentikan Perdana Menteri Hicham Mechichi, membekukan kerja parlemen selama 30 hari, mencabut kekebalan para menteri, dan mengangkat dirinya sebagai kepala otoritas eksekutif sampai pembentukan sebuah pemerintahan baru.
Ini terjadi setelah protes keras pecah di beberapa kota Tunisia yang mengkritik penanganan pemerintah terhadap ekonomi dan virus corona.
Demonstran menyerukan agar parlemen dibubarkan.
Mayoritas partai politik negara itu mengecam langkah itu sebagai kudeta terhadap konstitusi dan pencapaian revolusi 2011.
Saied mengangkat perdana menteri baru pada 29 September, lebih dari dua bulan setelah kudeta.
(ameer