BOGOR (Arrahmah.com) – Dewan Syura JITU (Jurnalis Islam bersatu), Mahladi Murni, menjelaskan sedikitnya sudah empat kode etik jurnalistik yang telah disusun dan bisa diterapkan oleh anggota JITU. Hal ini dipaparkannya pada daurah JITU untuk anggota baru dengan tema “Membentuk Jurnalis Muslim Profesional”, 23-24 Mei 2015, di Villa Lembah Pertiwi Cisarua, Bogor, Jawa Barat.
Pada sesi membahas “Kode Etik Jurnalis Muslim dan Manajemen Redaksi” Mahladi memaparkan kode etik tersebut:
Pertama, jurnalis Muslim dilarang menerima sogokan berupa uang atau bingkisan dari narasumber yang mungkin bisa mempengaruhi objektifitas penulisan berita.
Kedua, lanjut Mahladi, Jurnalis Muslim dilarang mempublikasikan kebohongan. Kebohongan yang dimaksud mencakup menebak-nebak kebenaran suatu berita yang tidak ia pahami.
Ketiga, jurnalis Muslim dilarang menipu pembaca dengan apa yang ia pahami. Dalam kasus lainnya, jurnalis dan narasumber yang sama-sama mengetahui bahwa mereka melakukan kebohongan, juga dilarang mempublikasikan berita yang tidak benar.
Disamping itu jurnalis Muslim juga diharuskan mengklarifikasi kesalahan yang mereka lakukan. Klarifikasi dibutuhkan untuk melindungi harkat dan martabat umat Islam.
Kode etik jurnalistik keempat yang telah disepakati Dewan Syuro JITU, kata Mahladi, jurnalis Islam tidak boleh membuat berita yang mengandung unsur fakhisyah.
Terkait fakhisyah, Mahladi dalam keterangannya via pesan pendek kepada Arrahmah.com, Senin (25/5/2015), menjelaskan, “Fakhisyah adalah hal-hal yang mengandung tiga unsur. Pertama, penyimpangan perilaku (zina, homoseks, inceast dan menikah dengan mahram). Kedua, syirik. Dan ketiga, tindak pidana.”
“Secara sederhananya, fakhisyah itu menceritakan secara detil hal-hal yang menyangkut perzinaan dan seksualitas,” tambah Pemimpin Redaksi Hidayatullah Media ini.
Selain keempat kode etik tersebut, tiga hal lainnya yang perlu menjadi perhatian para Jurnalis Muslim menurut Mahladi ialah perlu adanya landasan berupa Al-Qur’an, Hadits, dan pendapat ulama bagi para jurnalis Muslim dalam melaksanakan tugasnya.
Jurnalis Muslim diharapkan dapat bekerja secara profesional, dengan catatan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Mahladi menegaskan bahwa seorang Jurnalis Muslim diharapkan dapat melakukan tindakan atas kekeliruan yang terjadi terkait dengan berita atau informasi yang dipublikasikan. (azmuttaqin/banan/arrahmah.com)