Presiden Irak yang telah jatuh itu masih tampak rapi dengan setelan jas hitam dan kemeja putih tanpa dasinya. Banyak yang menduga Saddam tak berdasi sebagai lambang usahanya menarik simpati muslim anti-Barat dengan menunggangi mitos lama soal dasi sebagai lambang pembaratan.
Dia tentu ingin tampil gagah dengan pakaian koleksinya, karya bekas penjahitnya yang juga menjahitkan pakaian untuk Pervez Musharraf dan Nelson Mandela.
Dalam setiap penampilannya di persidangan, Saddam selalu tampil jumawa, melontarkan kata-kata kerasnya, dan berulang kali menolak sidang yang dianggapnya tak punya legitimasi itu.
Tapi, dalam sidang Rabu lalu, penampilan dan gaya keras kepala Saddam seperti raib ditelan bumi. Hari itu ia berhadapan dengan ketua hakim baru, Muhammad al-Uraibi Khalifa, yang menggantikan Abdullah al-Amiri.
Pada Selasa malam lalu, Perdana Menteri Nuri Kamal al-Maliki memecat Amiri. Hussein al-Duri, pembantu Maliki, mengatakan satu alasannya adalah komentar Amiri dalam pengadilan sepekan sebelumnya, yang mengatakan kepada Saddam bahwa,”Anda bukanlah seorang diktator.”
“Tidaklah diizinkan hakim menyampaikan opininya,” kata Duri kepada televisi Al-Arabiya di Irak.
Komentar Amiri memicu kemarahan orang-orang Kurdi dan Syiah, kaum yang tertindas selama Saddam berkuasa, dan menuai kritik bahwa dia terlalu toleran terhadap Saddam.
Jaksa sebelumnya telah meminta Amiri diganti setelah hakim itu membiarkan Saddam menyemprot para saksi dari kalangan Kurdi di pengadilan.
Ahli hukum Human Rights Watch, Nehal Bhuta, mengatakan menyingkirkan hakim adalah “pelanggaran yang terang-benderang atas independensi pengadilan”. International Center for Transitional Justice juga berpendapat serupa.
Pergantian hakim juga menjadi masalah karena aturan hanya mengizinkan penggantian hakim pengadilan dengan syarat Dewan Kepresidenan–terdiri atas Presiden Irak Jalal Talabani dan dua wakil presiden–menyetujuinya. Tapi hal ini belum terjadi, kata seorang warga Amerika yang dekat dengan kasus ini kepada New York Times.
Yang baru keluar adalah persetujuan kabinet. “Pemerintah Irak merasa hakim itu (Amiri) tak lagi netral sebagaimana terlihat ketika dia menggambarkan Saddam sebagai bukan seorang diktator,” kata kabinet dalam pernyataan resminya.
Tapi sidang Pengadilan Tinggi Pidana Irak, yang dibentuk khusus untuk menangani perkara Saddam, tetap berjalan dengan dipimpin hakim ketua Muhammad al-Uraibi. Uraibi adalah orang Arab Syiah, sama seperti Amiri, yang berasal dari Amara, tenggara Irak, dan sebelumnya menjadi wakil hakim Amiri.
Ia tampil Rabu lalu dalam sidang pertama kasus pembantaian suku Kurdi dalam Operasi Anfal dengan terdakwa Saddam dan enam terdakwa lainnya, termasuk sepupu Saddam, Ali Hassan Majid. Operasi itu mengganyang gerilyawan Kurdi pada pengujung 1980-an dan diduga 180 ribu orang tewas, kebanyakan warga sipil yang dibunuh dengan gas.
Badie Arif, pengacara terdakwa, berdiri dan protes atas penggantian hakim itu. “Saya ingin mundur dari sidang ini,” katanya.
Wadoud Fauzi, pengacara lain, berdiri dan membacakan pernyataan mewakili tim pembela. “Keputusan untuk memecat hakim atas perintah pemerintah menunjukkan bahwa pengadilan ini kehilangan standarnya sebagai sebuah pengadilan yang adil,” katanya. “Karena kami meragukan kredibilitas pengadilan, kami memutuskan mundur.”
“Anda boleh pergi,” kata Uraibi dan semua tim pembela keluar sidang. Hakim kemudian memanggil lima pengacara yang ditunjuk pengadilan.
Saddam berdiri, menuding hakim, dan mengacungkan tinjunya di mimbar. “Anda harus berurusan dengan kami sebagaimana hukum mengaturnya,” teriaknya.
“Anda tak punya hak bicara,” kata hakim tegas.
“Kau harus mendengar pendapatku!” teriak Saddam sambil memukul jeruji di depannya.
“Saya hakim pengganti dan akan memutuskan siapa yang harus mendengarkan,” balas sang hakim.
“Bapakmu dulu mengabdi sebagai sersan dalam pasukan keamanan hingga Bagdad jatuh pada 2003,” teriak Saddam.
“Saya tantang Anda di depan publik jika ini menjadi sebuah kasus,” kata Uraibi.
Pihak keamanan kemudian menyeret Saddam keluar sidang saat hakim berteriak: “Bawa dia keluar! Bawa dia keluar!”
Saddam rencananya akan dituntut dalam 12 kasus. Sejauh ini dia baru disidang dalam dua kasus. Kasus pertama, dia didakwa melakukan kejahatan kemanusiaan atas pembunuhan 148 orang Syiah di Dujail pada 1982. Sidangnya digelar sejak 19 Oktober 2005 dan berakhir pada 27 Juli lalu dan akan dilanjutkan pada 16 Oktober nanti dengan sebuah putusan.
Sidang yang berlangsung pekan lalu adalah sidang untuk kasus kedua. Ia didakwa melakukan kejahatan kemanusiaan dalam Operasi Anfal pada 1988. Kedua persidangan digelar di sebuah ruang sidang yang dijaga ketat di dalam Zona Hijau mirip benteng di Bagdad, Irak.
Selama sidang-sidang ini berlangsung, sudah empat hakim yang gonta-ganti memimpin. Kelompok-kelompok hak asasi manusia mempertanyakan apakah para hakim itu akan mampu mengendalikan sidang karena mereka takut, bila digeser, akan kehilangan perlindungan keamanan.
Seorang pejabat Amerika mengaku tak dapat berkomentar apakah hakim Amiri akan kehilangan perlindungan keamanan atau tidak. Tapi, menurut dia, terlalu dini menilai bahwa imparsialitas pengadilan telah dicederai dengan digantinya sang hakim.
Sumber: tempointeraktif.com