JAKARTA (Arrahmah.com) – Mantan narapidana kasus korupsi Emir Moeis diangkat sebagai Komisaris salah satu anak perusahaan milik BUMN yaitu PT Pupuk Indonesia, yaitu PT Pupuk Iskandar Muda.
Keputusan tersebut terungkap dalam laman resmi PT Pupuk Iskandar Muda. Di laman tersebut tertulis pihak perusahaan menyatakan pria bernama lengkap Izedrik Emir Moeis itu diangkat jadi komisaris per 18 Februari 2021.
“Sejak tanggal 18 Februari 2021 ditunjuk oleh Pemegang Saham sebagai Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda,” tertulis di laman resmi perusahaan.
Pengangkatan Emir sebagai komisaris pun menuai banyak kontroversi.
Tokoh Nahdatul Ulama (NU) Umar Sadat Hasibuan atau Gus Umar ikut menyoroti pengangkatan Emir Moes menjadi Komisaris anak perusahaan BUMN. Ia bahkan menyebut Menteri BUMN Erick Thohir gokil karena menjadikan seorang mantan narapidana korupsi sebagai Komisaris.
“11 Juli 2013 ditahan @KPK_RI krn korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan Lampung krn Terima suap 300.000 dolar. Februari 2021 diangkat jadi Komisaris BUMN. Bukannya dapat efek jera krn korupsi tapi malah diberi penghargaan jadi Komisaris BUMN. Erik Tohir gokil,” katanya dalam laman twitternya, pada Jumat, (6/8/2021).
Tere Liye, yang merupakan penulis novel “Negeri Para Bedebah”, juga mengomentari pengangkatan mantan koruptor itu.
Ia menjelaskan bahwa Emir Moeis merupakan seorang mantan narapidana korupsi dari partai PDI Perjuangan yang terbukti menerima suap miliyaran, dan ditetapkan menjadi tersangka pada 26 Juli 2012.
“Tuan EM (Emir Moeis) ini adalah mantan narapidana koruptor. Itu fakta! Bukan karang2an. Tuan EM ini, politikus PDI Perjuangan, anggota DPR 2000-2013. Dia terjerat kasus korupsi dan ditetapkan menjadi tersangka pada 26 Juli 2012. Tuan EM dijatuhi hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp 150 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2014. Dia dinilai hakim terbukti menerima suap milyaran. Tidak main2 kasusnya,” tulisnya pada laman Facebook Tere Liye.
Tere Liye merasa kesal karena seakan-akan tidak ada kandidat lain di antara 250 juta lebih penduduk Indonesia yang dapat dipilih untuk menduduki posisi Komisaris selain mantan koruptor ini.
Ia juga mempertanyakan apakah Menteri BUMN dan staf-staf ahli di Kementerian BUMN tidak bisa mengintervensi posisi komisaris.
“Menteri BUMN apakah tidak tahu kejadian ini, atau jangan2 malah merestuinya, sama seperti kasus rangkap jabatan rektor UI? Staf2 ahli Kementerian BUMN tidak lihat kasus ini? Apakah mereka tidak bisa meng-intervensi posisi komisaris ini? Masa’ mantan napi jadi komisaris di PT PIM? Tidak adakah kandidat lain? Duuuh Gusti! Benar2 susah dipahami situasi ini,” imbuhnya.
Sebagaimana diketahui, Emir Moeis merupakan napi koruptor yang menerima suap terkait proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung saat menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman terhadap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu dengan 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hakim menilai Emir terbukti menerima hadiah atau janji dari konsorsium Alstom Power Incorporate Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang sebesar 357 ribu US Dollar saat menjabat Wakil Ketua Komisi Energi DPR. (rafa/arrahmah.com)