DENMARK (Arrahmah.com) – Sebuah partai ekstrimis sayap kanan Denmark telah mengumumkan rencana untuk memberikan suara dalam menentang undang-undang yang memberikan kewarganegaraan terhadap ratusan Muslim di Denmark, dan mereka mengatakan bahwa tidak akan ada lagi Muslim yang diterima di negara Nordic.
“Kami berpikir bahwa terlalu banyak orang dari negara-negara Islam dan dunia Muslim yang berimigrasi ke Denmark dan diberikan kewarganegaraan,” Christian Langballe, anggota dari partai sayap kanan, Danish People’s Party (DPP), seperti dikutip oleh The Copenhagen Port, Selasa (17/12/2/13).
“Jadi terserah orang lain untuk berdebat tentang kasus mereka.”
Menurut hukum kewarganegaraan dwi-tahunan, ada sekitar 1.600 orang yang bisa diberikan status kewarganegaraan Denmark pekan ini. Jumlah ini termasuk 422 warga Irak dan Afghan, yang dengan keras ditolak oleh anggota DPP.
Meskipun ada 422 Muslim yang telah mencapai prosedur kewarganegaraan mereka, anggota DPP tetap bersikeras untuk tetap berjuang melawan hak para imigran untuk mendapatkan kewarganegaraan tersebut.
Undang-undang baru, jika dihapuskan, akan memungkinkan partai DPP memiliki kesempatan untuk mengakhiri semua imigrasi dari negara-negara Islam dan non-Barat.
Menurut hukum Denmark, parlemen memiliki hak untuk memberikan kewarganegaraan dua kali setahun.
Kebijakan Anti-Muslim DPP bukanlah yang pertama. Sebelumnya pada 2013, DPP telah digugat setelah memproduksi sebuah iklan anti-imigrasi yang mencap 700 warga baru sebagai tersangka “teroris”.
Pada tahun 2007, DPP, kekuatan politik terbesar ketiga di Denmark, telah mengajukan serangkaian rancangan undang-undang yang menyerukan larangan jilbab di tempat umum dan menolak Muslim memiliki ruang khusus ibadah di tempat kerja.
Partai ini juga telah menyerukan larangan daging halal di pusat-pusat tempat penitipan dan ruang ganti terpisah untuk anak sekolah Muslim.
Keputusan DPP telah dikecam oleh partai-partai sayap kanan lainnya termasuk Liberal Alliance dan memimpin partai oposisi Venstre, yang menganggap tindakan tersebut sebagai tindakan prasangka terhadap Muslim.
“Saya tidak berpikir bahwa kita boleh membeda-bedakan orang hanya karena mereka datang dari negara mayoritas Muslim,” kata Jan Jørgensen, juru bicara Venstre.
Pihak sayap kiri juga telah memberikan pendapat yang sama. Johanne Schmidt Nielsen, dari partai sayap kiri Enhedslisten, menggambarkan langkah itu sebagai bentuk “diskriminasi murni”.
Di wilayah Nordic, partai anti-imigrasi mulai mendapatkan dukungan.
Islam adalah agama terbesar kedua di Denmark setelah Gereja Protestan Lutheran, yang aktif diikuti oleh empat-perlima dari penduduk negara itu. Denmark adalah rumah bagi minoritas Muslim yang berjumlah sekitar 200.000, tiga persen dari 5,4 juta penduduk negara itu. (ameera/arrahmah.com)