PUTRAJAYA (Arrahmah.com) – Pada konferensi Asean Plus NGO’s Membela Baitul Maqdis dan Masjid Al-Aqsa hadir seorang tamu yang tak biasa. Ia adalah Pastor Alex Awad.
Alex Awad ialah seorang pendeta yang lahir pada tahun 1946 di Yerusalem, Palestina. Saat ini ia menjabat sebagai Co-Chairman Eduction Committee of United Methodisys for Kairo Response. Ia adalah seorang misonaris dari gereja Metodis. Dia merupakan pendeta di East Jerusalem Baptist Church dan merupakan dekan di Bethlehem Bible College.
Dalam sebuah kesempatan istimewa, reporter Arrahmah.com mewawancarai Pastor Alex Awad tentang sikap orang-orang Kristen yang kerap membela penjajahan Zionis Yahudi atas tanah Palestina.
Arrahmah.com: Bagaimana pendapat Anda tentang orang-orang Kristen yang kerap membela Zionis Israel?
Pastor Alex Awad: Aku tidak setuju dengan itu (orang Kristen yang membela Israel). Kita tidak boleh menyetujui sikap tiap orang Kristen yang membela aksi kekerasan terhadap warga Palestina. Muslim, Kristen dan Yahudi harus membela keadilan untuk semua manusia, tanpa memandang warna kulit, agama, dan kepercayaan.
Arrahmah.com: Apakah ada perintah Injil terkait hal itu?
Pastor Alex Awad: Injil mengatakan pada kita, “Tuhan mencintai seluruh dunia.” Bibel tidak mengatakan Tuhan mencintai Israel saja. Bibel tidak mengatakan Tuhan mencintai Kristen saja tapi Bibel mengatakan Tuhan mencintai semua, dan kita semua mencintai orang-orang di seluruh dunia. Kita tidak boleh mengusir orang-orang Palestina dan mengambil tanah mereka.
Arrahmah.com: Bagaimana menurut Anda tentang orang-orang Kristen, khususnya di Indonesia, yang tampak bangga memakai simbol Bintang David dan Zionis Israel?
Pastor Alex Awad: Aku rasa mereka salah, itulah kenapa aku hadir di sini dan memenuhi undangan ke Malaysia agar orang-orang Kristen tersadar, membuka mata dan hati dan melihat situasi terkini di Palestina.
Arrahmah.com: Terimakasih atas kesempatannya. Senang sekali bisa berbicara dengan Anda.
-***-
Dalam sesi diskusi panel, Pengarang buku Palestine Memories: The Story of a Palestinian Mother and Her People ini menyatakan bahwa dirinya adalah orang Palestina, sekaligus Arab dan penganut Kristiani.
“Mungkin ini sebuah kejutan bagi Anda di forum ini. Berapa banyak di antara Anda yang pernah melihat orang Palestina beragama Kristen? Angkat tangan kalian. Oh, aku hanya melihat sedikit,” tukas dia.
Ia menyatakan dirinya sangat bangga bisa bertemu dengan peserta konferensi dan bisa hadir di sini.
Menurutnya, Orang Palestina baik yang beragama Kristen dan Muslim harus menyatakan sikap tegas dan melawan penjajahan Zionis Israel serta pembebasan Masjid Al-Aqsa.
“Saya sering berbagi masalah ini di gereja-gereja di sejumlah Negara, seperti di Amerika dan saya mendapat banyak pertanyaan, apa pendapatmu tentang muslim di tanah suci palestina?”
Ia pun menjelaskan kepada mereka yang bertanya semacam itu dengan jawaban bahwa Muslim dan Kristen di tanah suci berada dalam kondisi yang sama-sama sulit.
“Kita semua bersama. Dan orang yahudi tidak membeda-bedakan mana Muslim dan mana Kristen ketika mereka ingin menguasai tanah jajahan,” kata Awad.
Dilanjutkannya, di wilayah Betlehem, yang merupakan tempat hunian mayoritas orang Kristen, sekarang dibangun tembok dan menjadi tempat tinggal khusus bagi orang-orang Yahudi saja. Jadi, persoalan kemerdekaan Palestina bukan masalah Muslim saja. Semua pihak harus bersama bergabung dalam menentang penjajahan Yahudi.
Awad bercerita bahwa ia terlahir dari keluarga Kristian yang tinggal di Yerusalem.
“Kami semua 7 bersaudara. Kami semua selalu mendoakan kedamaian bagi yerusalem. Kami tinggal di sana hingga 1948. Ketika orang-orang yahudi datang dan mengusir semua orang muslim dan Kristen dari tanah suci. Semua orang melakukan perlawanan dan di situlah ayahku tertembak oleh sniper Israel dan meninggal dunia. Meninggalkan ibuku dan 7 anak,” lanjutnya.
Sebelum British Mandate (Deklarasi Balfour), wilayah Palestina dihuni oleh mayoritas muslim, kemudian minoritas Kristen dan kurang dari 10% orang yahudi.
Ia kemudian mengisahkan sebuah pertemuan penting dengan pemimpin PLO, Yaser Arafat.
“Saya pernah bertemu pemimpin PLO Yasser Arafat, dalam sebuah perjamuan dengan para pastur dan pendeta-pendeta. Kami dijamu dengan ramah dan saya bertanya kepada Arafat: mengapa kau menolak tawaran perdamaian yang diajukan oleh Ehud Barak?
Arafat bilang, ia sebenarnya menyetujui semua isi kesepakatan yang diajukan oleh mantan PM Israel Ehud Barak sampai pada poin tentang Masjid Al-Aqsa.
Ehud Barak dalam kesepakatan itu menyatakan bahwa Masjid Al-Aqsa milik umat islam, tapi langit di atasnya dan tanah di bawahnya adalah milik orang-orang Yahudi.
Lalu Arafat bertanya, “bagaimana jika Masjid Al-Aqsa hancur terkena serangan bom? Ehud menjawab, maka tanah dan langitnya adalah milik Yahudi.
Kemudian, Arafat menghubungi seluruh kolega dan semua pemimpin Arab pada waktu itu menolak poin tersebut.
Arafat lalu mengjhubungi Ehud Barak dan menegaskan, jika seluruh pemimpin Arab menolak maka mengapa saya harus menerima itu.”
Cerita tersebut mengejutkan Pastor Alex Awad. Sebab, kisah itu tak pernah tertulis di media. Maka, Awad pun penasaran dan bertanya kepada Arafat, “Mengapa isi kesepakatan soal Masjid Al-Aqsa ini tidak disampaikan di media?”
Arafat lalu menjawab, “Barak dan saya sudah berkomitmen untuk merahasiakan hal ini. Karena kalau ini disebarkan ke media maka akan terjadi intifadhah.”
Namun Alex Awad melanjutkan, “Tak lama setelah kejadian itu, intifadhah pertama tetap terjadi di Palestina.” (Fajar/arrahmah.com)