(Arrahmah.com) – Syaikh Athiyatullah Al-Libi alias syaikh Abu Abdurrahman Jamal bin Ibrahim As-Syitiwi Al-Misrati adalah amir tanzhim Al-Qaeda wilayah Khurasan, yaitu Afghanistan dan Pakistan. Beliau gugur pada bulan suci Ramadhan 1432 H di Afghanistan oleh rudal pesawat penjajah salibis AS.
Majalah resmi terbitan tanzhim Al-Qaeda Khurasan, Thalai’ Khurasan edisi 21/Ramadhan 1433 H menurunkan biografi singkat beliau yang ditulis oleh salah seorang murid dan kawan seperjuangan beliau, syaikh Abu Bara’ Al-Kuwaiti.
Telah pergi syaikh Athiyatullah Al-Libi
Pendekar hikmah, ilmu dan kezuhudan
ditulis oleh:
Syaikh Abu Bara’ Al-Kuwaiti
Syaikh Athiyatullah Al-Libi atau syaikh Jamal Ibrahim Asy-Syitiwi semoga Allah merahmatinya adalah seorang laki-laki yang tidak seperti kebanyakan laki-laki lainnya. Allah Ta’ala mengumpulkan pada diri beliau ilmu syar’i, hikmah (kebijaksanaan), kesantunan, leadersif dan manajemen yang bagus, ditambah sifat-sifat istimewa beliau yang lain seperti banyak diam dan berfikir secara mendalam dan lama atas berbagai urusan. Saya belum pernah melihat beliau sehari pun tergesa-gesa dalam urusan apapun.
Beliau senang untuk pelan dan berhati-hati serta tidak tergesa-gesa sebab beliau rahimahullah mengetahui betul ketergesaan selamanya tidak akan berakibat baik. Hal ini dibuktikan oleh serial tulisan beliau yang berjudul “unfudz ‘ala rislika” (berjalanlah dengan pelan-pelan dan hati-hati) dalam majalah Thalai’ Khurasan.
Selain itu, syaikh adalah seorang pakar dan ahli dalam memanaje urusan-urusan dan tugas-tugas jihad yang diembankan kepada beliau dalam medan (Afghanistan dan Pakistan) ini. Beliau juga menjadi supervise atas persoalan-persoalan khusus di medan-medan jihad lainnya. Saudara-saudara kita di medan-medan jihad lainnya barangkali mengetahui lebih banyak tentang hal ini.
Demikian pula Allah Ta’ala mengaruniakan firasat kepada beliau, suatu hal yang membuat orang sangat kagum kepada ketajaman firasat beliau. Sejarah panjang jihad beliau dan dilakukan di beberapa medan jihad memberikan beliau pengalaman yang besar dan banyak dalam mengatur urusan-urusan jihad.
Apalagi syaikh Athiyatullah Al-Libi adalah seorang penuntut ilmu syar’i. Di antara ulama tempat beliau menimba ilmu adalah syaikh Abdullah Al-Faqih semoga Allah menjaganya. Beliau juga menuntut ilmu syar’i di Mauritania kepada sejumlah syaikh dan ulama di sana.
Dalam lembaran-lembaran yang sedikit dan sederhana ini, saya akan menceritakan sifat-sifat, akhlak-akhlak dan pengalaman-pengalaman berkesan syaikh yang mulia dan bijaksana ini yang pernah saya rasakan langsung selama hidup bersama beliau. Bagi saya pribadi, syaikh Athiyatullah Al-Libi adalah seorang ayah yang penyayang dan kakak. Allah menjadi saksi bahwa saya tidak mengambil manfaat dari seseorang di bumi jihad melebihi manfaat yang saya ambil dari diri beliau, yaitu manfaat berupa nasehat dan pengarahan dalam seluruh bidang; bidang syariat, bidang pemikiran, bidang politik dan lain-lain. Kita berdoa kepada Allah semoga melimpahkan keteguhan, bimbingan dan kelurusan kepada kita.
Selayang pandang sejarah syaikh dalam jihad
Syaikh Athiyatullah Al-Libi dilahirkan di kota Misrate, Libya pada tahun 1969 M. Syaikh berangkat ke Afghanistan untuk berjihad pada akhir tahun 1988 M. Di Afghanistan, syaikh bergabung dengan tanzhim (organisasi) Al-Qa’eda pimpinan syaikh Usamah bin Ladin semoga Allah merahmatinya, di kamp militer Jaji.
Syaikh Athiyatullah Al-Libi bergabung dengan tanzhim Al-Qaeda sejak awal didirikan. Beliau telah turut serta dalam beberapa pertempuran terbesar di Afghanistan, seperti penaklukan kota Khost. Beliau memiliki spesialisasi pada penggunaan meriam dan menembakkan mortir. Beliau telah menceritakan kepada saya bahwa beliau telah sering menembakkan mortir dalam banyak operasi jihad, salah satunya dalam pertempuran menaklukkan kota Khost. Selain itu, beliau juga memiliki spesialisasi di bidang bahan-bahan peledak.
Ketika Afghanistan berhasil dibebaskan dari komunis Uni Soviet dan terjadi konflik di antara faksi-faksi mujahidin Afghan, syaikh Athiyatullah rahimahullah berangkat ke Sudan untuk bergabung dengan para pemimpin tanzhim Al-Qaeda yang telah berada di sana, termasuk syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah sendiri.
Pada tahun 1995 M dan atas arahan syaikh Usamah bin Ladin, syaikh Athiyatullah Al-Libi berangkat ke Aljazair untuk turut serta memimpin jihad di Aljazair. Namun karena orang-orang yang gampang mengkafirkan (takfiriyyun) seperti Antar Az-Zawabiri, Jamal Az-Zaituni dan lain-lain menguasai medan jihad di sana, maka syaikh Athiyatullah Al-Libi keluar dari Aljazair dengan terpaksa —sebagaimana beliau ceritakan kepada saya— setelah beliau mengalami upaya pembunuhan oleh kelompok takfiriyah tersebut.
Beliau dan dua orang ulama mujahidin yang bersama beliau akan dibunuh karena mereka mengingkari sebagian tindakan kelompok takfiriyah (Jama’ah Islamiyyah Musallahah) tersebut. Maka mereka membuat makar dengan menempatkan syaikh Athiyatullah Al-Libi di sebuah tempat, lalu mereka mengatakan: “Jamal Az-Zaituni akan datang untuk menemuimu di sini.”
Namun syaikh dengan kecerdasan dan ketajaman firasatnya mencium bau persekongkolan busuk. Maka beliau pun melarikan diri dan menempuh perjalanan yang sangat panjang untuk keluar dari Aljazair. Beliau dikaruniai berkah sehingga akhirnya bisa tiba di Afghanistan untuk kedua kalinya.
Setelah serangan 11 September yang penuh berkah dan menyingkirnya mujahidin Imarah Islam Afghanistan ke negara-negara tetangga Afghanistan, beliau tetap berjihad sampai beliau dan saudara-saudaranya mujahidin berhasil kembali lagi ke wilayah-wilayah aman di Afghanistan.
Ketika berhala modern, Amerika, melakukan invasi militer yang curang ke Irak pada 2003 M, syaikh Usamah bin Ladin rahimahullah menugaskan syaikh Athiyatullah Al-Libi untuk berangkat ke Irak dan memimpin jihad di sana, mendampingi singa Irak, syaikh Abu Mush’ab Az-Zarqawi. Syaikh Usamah memberikan perintah ini pada tahun 2006 M. Tapi Allah Ta’ala tidak memudahkan syaikh Athiyatullah untuk masuk ke Irak untuk sebuah hikmah yang telah diketahui oleh Allah Ta’ala.
Syaikh Athiyatullah kembali ke Afghanistan untuk memerankan peranan yang sangat penting dan besar dalam memimpin tanzhim Al-Qaeda selama lima tahun terakhir (2006-2011 M). Beliau menjadi wakil dari pemimpin umum tanzhim Al-Qaeda (wilayah Khurasan: Afghanistan dan Pakistan) syaikh Musthafa Abul Yazid rahimahullah.
Beliau tetap memegang jabatan tersebut sampai akhirnya menjadi pemimpin umum tanzhim Al-Qaeda wilayah Khurasan, kemudian menjadi orang kedua tanzhim Al-Qaeda pusat (orang pertama adalah syaikh Aiman Azh-Zhawahiri, pent) setelah gugurnya dua syaikh yang mulia; syaikh Usamah bin Ladin dan Musthafa Abul Yazid rahimahumallah.
Syaikh Athiyatullah Al-Libi memiliki kebijaksanaan, pengalaman matang dan keahlian di bidang leadersip, manajemen dan politik yang menjadikan beliau layak memimpin tanzhim Al-Qaeda meskipun dalam tanzhim sendiri terdapat orang-orang yang lebih tua, lebih dahulu berhijrah dan berjihad daripada beliau.
Syaikh Athiyatullah sendiri gugur dalam usia yang relatif muda, 43 tahun, setelah mempersembahkan —demikian kami menyangkanya dan di sisi Allah semata perhitungannya— nyawa dan harta yang paling berharga. Di antaranya adalah ikut gugurnya dua putra beliau. Pertama, Ibrahim yang berumur 15 tahun dan gugur dua tahun sebelum ayahnya. Kedua, Isham yang berumur 14 tahun, gugur bersama dengan ayahnya, semoga Allah merahmati mereka semua.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda, wahai syaikh kami yang tercinta. Demi Allah, tidaklah saya sedih atas meninggalnya seseorang melebihi kesedihan saya atas kehilangan Anda dan gugurnya Anda. Namun saya hanya akan mengatakan ucapan yang mendatangkan ridha Allah: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, kita milik Allah dan kita hanya akan kembali kepada-Nya.
Akhlak dan sifat-sifat beliau
Syaikh Athiyatullah Al-Libi adalah seorang yang ahli ibadah, shalat tahajud dan shalat malam. Saya sering sekali melihat beliau bersimpuh di hadapan Allah dalam shalat malam. Ketergantungan dan hubungan beliau dengan Allah Ta’ala semakin meningkat setelah beliau menjadi amir tanzhim Al-Qaeda.
Saya mengetahui betul hal ini dari surat-surat beliau yang sangat banyak, beliau menasehatkan untuk senantiasa sabar dan kembali kepada Allah saat menghadapi kesukaran-kesukaran dan musibah-musibah berat, berbaik sangka kepada Allah dan percaya sepenuhnya kepada kemenangan dari Allah meskipun kita sedang menghadapi kondisi-kondisi yang sulit.
Beliau termasuk orang yang paling serius menjaga baitul mal kaum muslimin (kas mujahidin Al-Qaeda, pent). Beliau tidak akan membelanjakan harta kaum muslimin kecuali dengan kadar yang baik sesuai kebutuhan. Saya telah menyaksikan sendiri hal ini berulang kali dan sangat sering. Dalam sebagian kesempatan, beliau memegang harta kaum muslimin namun beliau tidak mempergunakannya untuk membeli makanan pengganjal perut beliau atau membeli sesuatu hal yang murah harganya semata-mata demi menjaga amanat yang berat tersebut.
Syaikh saya, Athiyatullah Al-Libi rahimahullah, sangat serius untuk mengajar dan mendidik anak-anak beliau sendiri secara langsung sekalipun tugas-tugas besar yang diembankan di pundak beliau sangat banyak.
Saya sampaikan pesan kepada setiap mujahid dan setiap muhajir (orang yang berhijrah) dengan keluarganya, hendaklah ia sendiri sangat serius mengajar, mendidik, mengikuti perkembangan dan mengawasi anak-anak mereka secara langsung. Hendaklah ia meluangkan waktu khusus untuk mereka dan menyertai mereka dalam waktu tersebut. Janganlah ia beralasan dengan banyaknya kesibukan dan tanggung jawab yang ia emban. Sebagaimana Allah akan menanyai Anda tentang pekerjaan Anda dan bagaimana Anda melaksanakannya, demikian pula Allah akan menanyai Anda tentang anak-anak Anda, bagaimana pendidikan mereka dan bagaimana Anda mendidik mereka?
Syaikh kami, Athiyatullah Al-Libi rahimahullah, hatinya baik, riang dan suka humor ringan meskipun beliau juga dikenal sebagai orang yang cermat dan memiliki pemikiran yang kuat. Beliau, demi Allah, memperlakukan saya seperti memperlakukan anak beliau sendiri. Bagi saya, beliau adalah seorang ayah yang sangat menyayangi anaknya dan seorang kakak yang menjaga adiknya, melalui berbagai nasehat, arahan, bimbingan sesuai kemampuan beliau terhadap banyak urusan saya.
Saya telah mempelajari banyak hal dari beliau, di mana beliau sendiri sangat antusias untuk mengajarkannya kepada saya —seperti juga disaksikan oleh saudara saya yang tercinta, Abu Hasan Al-Waili—, semoga Allah senantiasa menjaga beliau di dunia dan akhirat.
Dalam ruang yang terbatas ini, saya tidak bisa menyebutkan semua hal yang saya ketahui tentang diri syaikh rahimahullah; ketakwaan, kezuhudan dan kewara‘an beliau. Namun kami hanya menyebutkan sedikit hal yang sekiranya bisa mengungkapkan maksud. Sebab, para tokoh seperti mereka, semoga Allah merahmati mereka semua, memerlukan berjilid-jilid buku untuk menuliskan kehidupan mereka, tidak sekedar beberapa halaman semata.
Umat Islam harus mengetahui kedudukan mulia para pahlawan mereka agar mereka tidak melupakan para pahlawan tersebut dan kehidupan mereka berlalu begitu saja tanpa dicatat oleh sejarah. Musuh-musuh Islam sendiri telah bekerja keras dengan ucapan dan perbuatan mereka untuk memadamkan cahaya para pahlawan Islam. Namun mereka akan gagal, kecewa dan merugi. Agama Allah akan tetap meraih kemenangan.
Sifat-sifat jihad dan kepemimpinan syaikh
Semua orang, bukan hanya hamba Allah yang faqir ini saja, bersaksi bahwa syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullan adalah seorang yang cerdas, brilian dan berpengalaman luas dalam bidang jihad, mengelola urusan-urusan jihad dan tugas-tugas jihad yang sulit. Beliau adalah orang yang memiliki ketajaman dan kekuatan pemikiran, serta memiliki pandangan yang sangat dalam tentang dampak-dampak sebuah urusan.
Barangkali apa yang dikatakan oleh syahidnya umat Islam dan komandan pasukan pencari syahid, syaikh Abu Mush’ab Az-Zarqawi rahimahullah dalam tulisannya yang berjudul da’u Athiyatallah fa huwa a’lamu bima yaquulu (Biarkanlah Athiyatullah, sebab ia lebih mengetahui apa yang ia katakan) cukup sebagai bukti atas hal itu. Dalam tulisan tersebut, syaikh Abu Mush’ab Az-Zarqawi rahimahullah membantah dan menasehati orang-orang yang mencaci maki para ulama mujahidin.
Bantahan dan nasehat syaikh Abu Mush’ab Az-Zarqawi rahimahullah tersebut membuat para pencaci maki tersebut tidak berkutik dan mengajarkan kepada generasi Islam sikap menghormati para ulama dan mujahidin. Bukan suatu kewajiban bagi Anda untuk mengenal sosok syaikh ini atau mujahid itu agar Anda bisa menilai syaikh dan mujahid tersebut orang yang teguh, adil dan bisa dipercaya.
Syaikh Abu Mush’ab Az-Zarqawi rahimahullah menghentikan lisan-lisan yang mencela dan mencaci maki tersebut dengan sopan dan hormat. Syaikh Abu Mush’ab Az-Zarqawi rahimahullah berkata: “Pertama. Di antara hal yang sebaiknya diketahui sejak awal oleh para ikhwan, dan hal ini bukan karena saya merendahkan hati —Allah Maha Tahu— melainkan memang begitulah kenyataan dan realitanya, sesungguhnya Athiyatullah adalah kakak bagi adik kalian (maksudnya syaikh Abu Mush’ab Az-Zarqawi sendiri, pent). Beliaulah yang sebenarnya syaikh (ulama), bukan saya.
Saya hanyalah salah seorang dari kaum muslimin dan salah satu tentara dari tentara-tentara agama ini. Ketergelinciran dan kekeliruan saya lebih banyak dari kebenaran saya. Kita berdoa kepada Allah semoga Allah membuat saya memegang teguh Islam sampai saya menghadap-Nya dan semoga Allah mengakhiri kehidupan saya dengan husnul khatimah. Sungguh sangat jauh perbedaan antara orang yang menghabiskan setengah umurnya dalam permainan dan kemaksiatan, dengan orang yang jenggotnya tumbuh dan tulang belakangnya mengeras di bumi jihad.
Kedua. Apa yang saya katakan tadi berkaitan dengan apa yang akan saya katakan setelah ini. Yaitu hendaknya ikhwan-ikhwan mengetahui bahwa kakak kita, Athiyatullah, adalah orang yang telah memiliki pengalaman-pengalaman yang telah lalu di beberapa medan jihad. Hal itu membuat laki-laki ini —demikianlah kami mengira, Allahlah yang menghitung amalnya, dan kami tidak mengganggap seorang pun suci di hadapan Allah— keahlian yang sangat kaya, pengalaman yang matang dan pandangan yang jauh ke depan tentang akibat-akibat berbagai urusan. Hal itu membuatnya layak untuk memberikan pendapat dan menyampaikan apa yang diyakininya berkaitan dengan perkara-perkara insidental yang dihadapi oleh jihad dan mujahidin.”
Peristiwa-peristiwa jihad yang saya alami sendiri bersama syaikh Athiyatullah sangat banyak, dan semua itu menambah kemantapan saya bahwa apa yang dikatakan semua pihak tentang kwalitas syaikh Athiyatullah tersebut adalah benar dan kenyataan, bukan dilebih-lebihkan.
Syaikh Athiyatullah memimpin tanzhim Al-Qaeda (wilayah Afghanistan dan Pakistan) dalam kondisi yang sangat berat dan penuh tantangan, di mana kondisi fase tersebut menuntut tanzhim dipegang oleh orang-orang yang benar-benar memiliki kapabilitas dan pengalaman yang handal.
Namun segala puji bagi Allah dalam segala keadaan, syaikh Athiyatullah rahimahullah telah mewariskan sepeninggal beliau tokoh-tokoh yang memiliki cita-cita yang sangat tinggi. Kita berdoa semoga Allah membantu mereka dan meluruskan langkah-langkah dalam mengangkat panji Islam dan meneruskan perjuangan.
Syaikh Athiyatullah juga memiliki pengetahuan yang banyak tentang komputer dan interaksi dengan internet. Beliau senantiasa berkembang dan menguasai banyak perkara dalam bidang-bidang teknologi. Hal ini juga termasuk perkara yang diperhatikan sepenuhnya oleh para amir dan pimpinan tanzhim-tanzhim jihad yang berperang di atas perintah Allah, hendaknya mereka menguasai teknologi dan beragam cabangnya. Dengan begitu mujahdiin memiliki para amir yang handal, memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengambil tindakan dan mengatur urusan.Kemampuan tinggi seperti itu tidak diraih kecuali melalui pengembangan dan pelatihan terhadap kemampuan diri sendiri.
Syaikh Athiyatullah rahimahullah sangat antusias untuk mengembangkan kemampuan dirinya dalam segala bidang sehingga beliau bisa menguasai kondisi-kondisi jihad yang beragam, yang menuntut komandan dan amir untuk memiliki kemampuan yang tinggi dalam aspek ilmu dan amal, teori dan praktek.
Syaikh Athiyatullah rahimahullah sangat antusias untuk menjaga ikhwan-ikhwan dan nyawa mereka. Terkadang Anda akan mendapati beliau melarang ikhwan-ikhwan melakukan suatu perkara yang secara lahiriah nampaknya baik, namun setelah Anda merenungkan kembali perkara tersebut secara mendalam, niscaya Anda akan mendapati pendapat beliau itulah yang benar dan tepat.
Hal itu semata-mata beliau lakukan karena keseriusan beliau dalam melindungi nyawa ikhwan-ikhwan, terkhusus lagi para komandan dan orang-orang yang memiliki keahlian di antara mereka, dan juga berdasar pengetahuan beliau bahwa Allah pasti akan meminta pertanggung jawaban beliau atas semua peristiwa kecil maupun besar yang terjadi selama masa kepemimpinan beliau.
Demikian pula, hendaknya kaum muslimin mengetahui bahwa operasi serangan yang menggoncangkan Dinas Intelijen Amerika (CIA) dan pemerintahan Gedung Hitam (plesetan dari Gedung Putih, pent) yaitu operasi Hudzaifah bin Yaman yang dilakukan oleh ikhwan kita yang syahid —insya Allah—doctor Abu Dujanah Al-Khurasani di pangkalan militer Khost, hendaknya diketahui bahwa sesungguhnya arsitek dari operasi yang spektakuler tersebut adalah syaikh Athiyatullah Al-Libi rahimahullah.
Saya masih ingat betul, keesokan hari setelah operasi serangan hebat tersebut, saya menjumpai beliau di sebuah wilayah. Seperti biasa kami membicarakan hal-hal yang umum, kondisi-kondisi dan berita-berita dunia. Beliau lalu bertanya kepada saya, “Tahukah engkau wahai Abu Bara’, siapakah pelaku serangan spektakuler ini?”
Saya menjawab, “Saya tidak tahu.”
Beliau berkata, “Sesungguhnya saudara kita, Abu Dujanah Al-Khurasani adalah pelaku operasi serangan ini.”
Beliau lalu menceritakan kepadaku secara detail pelaksanaan operasi serangan tersebut dan bagaimana perencanaan matangnya disusun. Operasi serangan itu bagi orang yang mengetahui detail-detail niscaya sangat menunjukkan betapa brilian, inovatif dan ahlinya beliau ini, betapa bagus perencanaan dan pengaturan beliau, kemudian pertama kalinya berkat taufik Allah kepada beliau dan kedua kalinya taufik Allah kepada akh Abu Dujanah Al-Khurasani.
Berkat itu semua, operasi serangan itu dilakukan dengan sukses sehingga mematahkan punggung CIA, menewaskan delapan perwira CIA, mengantarkan mereka ke neraka Jahanam dan sungguh ia adalah seburuk-buruk tempat kembali. Mereka membuat makar terhadap Islam dan kaum muslimin, namun Allah mendatangkan siksa-Nya kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka-sangka dan tidak mereka rencanakan.
Mereka tidak mengetahui bahwa di tengah umat Islam terdapat orang-orang seperti syaikh kita, Athiyatullah Al-Libi, yang senantiasa mengintai mereka dan mengincar mereka dari tempat-tempat pengincaran untuk membunuh mereka, demi menjayakan agama Allah, menolong orang-orang yang tertindas, membela harga diri yang dinodai dan kehormatan yang ditumpahkan.
Terakhir…
Wahai syaikh saya yang tercinta, Athiyatullah Al-Libi, maafkanlah saya atas sikap saya yang tidak memberikan hak-hak Anda ini secara semestinya. Demi Allah, perkataan yang ditulis oleh tangan saya dalam artikel yang sangat sederhana ini tidak pernah akan mampu menunaikan hak-hak Anda atas diri kami.
Saya berharap kepada saudara-saudara saya yang memiliki pengalaman, keahlian dan kepeloporan yang mengenal beliau, hendaklah mereka menyebutkan kebaikan-kebaikan beliau dan menyebutkan beliau dalam buku-buku dan artikel-artikel mereka. Dengan demikian kita bisa memberikan kepada generasi-generasi Islam yang akan datang suri tauladan yang baik, yang mereka wajib mencontohnya, meniti jejak langkahnya dan meneladani peninggalan-peninggalannya.
Di antara hak Anda, wahai syaikh kami, atas kami adalah kami senantiasa mendoakan Anda tanpa sepengetahuan Anda. Kami berdoa kepada Allah semoga Allah menerima amal Anda, menyayangi Anda dan mengaruniakan surga Firdaus yang tertinggi. Sesungguhnya Allah Maha Mengaruniakan hal itu dan Allah Maha Berkuasa.
Akhir dari seruan kami adalah segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam.
(muhib almajdi/arrahmah.com)