IDLIB (Arrahmah.id) — Beredar viral rekaman yang diduga pernyataan resmi dan asli mantan petinggi kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir asy Syam (HTS), Jihad Issa Al-Sheikh atau Abu Ahmed Zakur, yang mengungkap alasan pembelotannya.
Dilansir Enab Baladi (22/12/2023), Zakur yang sebelumnya dituduh bekerja sama dengan pihak asing membalikan tuduhan itu kepada pemimpin HTS, Abu Muhammad al Jaulani.
Menurutnya, justru Jaulani lah yang telah melakukan pertemuan dengan intelijen Inggris-AS di pedesaan Idlib.
“Jaulani bertemu beberapa kali dengan pejabat terkemuka di intelijen Inggris-AS, dalam beberapa tahun terakhir, di salah satu markas besarnya di dekat penyeberangan Bab al-Hawa di perbatasan Suriah-Turki,” tuduh Zakur dikutip dari Athr Press (23/12), sambil menyebutkan bahawa Jaulani menerima instruksi dari mereka dan memberi mereka informasi keamanan.
Zakur menambahkan bahwa Jaulani membuka beberapa penjara yang berisi militan asing dan warga negara Asia Timur yang ditangkap sebelumnya, lalu menyerahkan arsip mereka ke intelijen Inggris.
Selain itu, lebih dari 40 militan Inggris, AS, Chechnya, Albania , dan warga negara Prancis kepada intelijen AS, lalu mereka secara diam-diam dipindahkan dari Idlib menuju wilayah Turki dengan imbalan sejumlah besar uang.
Zakour juga menuduh bahwa insiden ledakan yang tercatat selama beberapa tahun terakhir di wilayah Azaz, Al Atareb, dan Al Bab di pedesaan Aleppo dan wilayah Atma, semuanya didalangi Jaulani.
Menurutnya, Jaulani telah mengirimkan bom untuk menyerang beberapa faksi bersenjata dan menyingkirkan pemimpin mereka. Akibatnya tak kurang 70 anggota kelompok Nuruddin al Zenki tewas menjadi sasaran bom di pedesaan Aleppo pada tahun 2017.
Di akhir rekaman, Zakur berjanji akan mengungkap lebih banyak rahasia HTS dan pemimpinnya dalam rekaman dan bocoran rahasia lainnya.
Agustus lalu, HTS menangkap pemimpin kedua HTS setelah Jaulani, Abu Maria Al Qahtani, pasca dokumen bocor mengkonfirmasi komunikasinya dengan intelijen AS dan Inggris.
Dalam dokumen tersebut terungkap bahwa Al Qahtani memberikan informasi dan koordinat militer kepada intelijen AS dan Inggris dengan imbalan menerima sejumlah besar uang.
Sumber Athar Press membenarkan bahwa komunikasi ini terjadi dengan sepengetahuan dan koordinasi langsung dengan Jaulani.
Menurut sumber Athar Press, Jaulani menugaskan Al Qahtani untuk berkomunikasi langsung dengan intelijen AS dan Inggris guna menyingkirkan sejumlah ancaman seperti kelompok Hurras ad Diin yang berafiliasi dengan al Qaeda dan kelompok Ansar al Tawhid.
Pada bulan yang sama, Jaulani melakukan kampanye penangkapan yang menargetkan ratusan pemimpin HTS. Menurut sumber Athar di Idlib, penangkapan dilakukan pada para pemimpin yang menentang pertemuan yang diadakan antara Jaulani dan pejabat AS.
Sumber itu mengungkap bahwa AS meminta Jaulani untuk menghilangkan para pemimpin militan ini dengan disesuaikan dengan kemauan Jaulani.
Pada tanggal 18 Desember lalu, HTS kemudian mengeluarkan pernyataan yang memerintahkan pemecatan Abu Ahmed Zakur, tiga hari setelah Zakur mengumumkan pembelotannya dari HTS.
Menurut sumber Athar, Jaulani berencana mengeluarkan keputusan untuk mengisolasi Zakur dan memberlakukan tahanan rumah padanya, karena dia memiliki informasi sensitif terkait investasi Jaulani di dalam dan di luar Idlib serta hubungannya dengan pihak asing.
Tak lama setelah viralnya rekaman Zakur tersebut, ketua Dewan Tertinggi Fatwa HTS, Abd al-Rahim Attoun, menanggapi beberapa pernyataan yang dirilis Zakur.
Attoun membantah bahwa HTS menjadi otak dibalik terjadinya sejumlah serangan bom pada beberapa kelompok di Idlib.
Dia juga menyebutkan bahwa apa yang terjadi dengan membelotnya Zakur lebih karena masalah korupsi keuangan dan kecurigaan adanya hubungan dengan pihak asing.
Menurut Attoun penangkapan al Qahtani jelas karena Al Qahtani terlibat dalam banyak kasus korupsi dan keuangan juga pemerasan terhadap sejumlah pedagang. Selain itu juga karena terlibat dengan intelejen asing.
Attoun menambahkan Zakour membelot karena tidak selaras dengan sifat perubahan struktural dan kelembagaan yang terjadi dalam struktur HTS.
”Ketika organisasi bergerak menuju pembaharuan lembaga dan restrukturisasi, dia (ket: Zakur) tidak terima. Hal ini menimbulkan perasaan marginalisasi padanya, bukan karena kami sengaja melakukannya, tetapi karena sifat pekerjaan yang cenderung spesialisasi, yang bertentangan dengan apa yang biasa terjadi di masa lalu,” tambah Attoun. (hanoum/arrahmah.id)