TEL AVIV (Arrahmah.id) — Bekas sandera kelompok perlawanan Palestina Hamas, Sahar Calderon (16), mengatakan pada The New York Times bahwa selama berada di tahanan Hamas, dia lebih takut terbunuh oleh serangan udara Israel ketimbang dibunuh oleh Hamas.
“Saya mendengar semua serangan Israel, pemboman yang sangat hebat… Berkali-kali saya berkata pada diri sendiri bahwa, pada akhirnya, saya akan mati karena rudal Israel dan bukan karena Hamas,” katanya, dikutip dari The Times of Israel (22/12/2023).
Sahar meminta agar perang dihentikan dan semua sandera dibebaskan. Dia sampai saat ini belum mengetahui nasib ayahnya yang ikut disandera Hamas pada 7/10 lalu.
Diamengatakan kepada Times bahwa dirinya ditahan terpisah dari keluarganya selama 52 hari masa penahanannya.
Lalu setelah itu, dia diberitahu bahwa dia akan dibebaskan hanya satu jam sebelumnya, dan bertemu kembali dengan saudara laki-lakinya Erez beberapa menit sebelum mereka dipindahkan ke Palang Merah dan akhirnya kembali ke Israel.
“Saya mulai menangis,” katanya. “Dan saya berkata pada diri sendiri, ‘Setidaknya saya memilikinya (ket: saudaranya).’”
Dalam masa pemulihan di rumah, ibu remaja tersebut, Hadas Calderon, mengatakan anak-anaknya menderita insomnia dan serangan panik, serta merindukan ayah mereka.
Diyakini bahwa 129 sandera yang diculik oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober masih berada di Gaza setelah 105 warga sipil dibebaskan oleh Hamas selama gencatan senjata selama sepekan pada akhir November. (hanoum/arrahmah.id)