TEL AVIV (Arrahmah.id) – Pensiunan Brigadir Jenderal AS James A. Marks mengatakan pasukan pendudukan “Israel” akan terkena dampak negatif dari jeda kemanusiaan di Jalur Gaza yang terkepung.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN, Marks mengatakan “akses tentara “Israel” terhadap intelijen mengenai pasukan Hamas akan mulai terhenti dan informasi intelijen yang dikumpulkan selama berhari-hari di Gaza akan mulai runtuh di sekitar mereka. Sementara Hamas, akan mengubah posisinya dan melakukan segala kemungkinan untuk memperkuat keamanannya,” tambahnya.
“Jeda aktivitas militer merupakan tugas yang sangat menantang,” jelasnya, seraya menambahkan bahwa hal tersebut akan mendorong tentara untuk melakukan transisi ke “sikap defensif.”
“Saya pikir kita telah mencapai titik di mana tentara harus mengambil keputusan yang sangat sulit, karena tentara di Gaza terpapar di terowongan-terowongan yang masih didominasi Hamas karena jaringan terowongan masih aktif dan belum diambil alih,” jelasnya.
Ia juga mencatat bahwa jika gencatan senjata diperpanjang dari empat hari menjadi lima atau enam hari “ini akan menjadi misi militer yang sangat sulit. “Israel” harus mengambil posisi defensif pada tahap ini.”
Pada Rabu (22/11/2023), Kementerian Luar Negeri Qatar mengumumkan bahwa perjanjian gencatan senjata kemanusiaan telah dicapai di Jalur Gaza antara pendudukan dan Hamas, melalui mediasi bersama dengan Mesir dan AS.
Kementerian Qatar mengatakan bahwa perjanjian tersebut mencakup pertukaran 50 tawanan perang “Israel”, termasuk perempuan dan anak-anak, yang saat ini ditahan di Jalur Gaza selama tahap pertama dengan imbalan pembebasan sejumlah perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara-penjara “Israel”. Menambahkan bahwa jumlah mereka yang dibebaskan akan ditingkatkan pada tahap implementasi perjanjian selanjutnya. (zarahamala/arrahmah.id)