BANDA ACEH (Arrahmah.com) – Para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menuntut Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh segera merealisasikan janji-janjinya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Aceh.
“Kami dari seluruh mantan GAM se Aceh meminta kepada mantan pemimpin kami (Malik Mahmud, Zaini Abdullah, dan Muzakir Manaf) untuk menyejahterakan rakyat Aceh, terutama mantan kombatan GAM, inong bale, anak yatim, dan janda korban konflik. Agar perdamaian tetap kita jaga secara bersama,” kata Awie Juli Presidium Forum Aneuk Nanggroe Aceh Peduli Damai Sejahtera (FANAPDS) di Banda Aceh, dikutip dari Serambi Indonesia, Ahad (19/10/2014).
Dia menjelaskan, hingga tahun ke tiga memimpin Aceh, Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf (Zikir) belum mampu menyejahterakan para mantan kombatan sesuai butir-butir MoU Helsinki. “Kami meminta agar proses reintegrasi mantan kombatan dilakukan secara menyeluruh kepada seluruh mantan kombatan GAM yang bersenjata maupun sipil GAM sesuai dengan MoU Helsinki,” ujar Awie.
Selama ini, sambungnya, kesejaheteraan hanya dinikmati oleh segelintir orang yang berada disekeliling pemerintahan. “Hingga saat ini belum ada apa-apa untuk kami. Yang ada hanya untuk orang-orang di sekeliling pemerintahan,” ungkap dia.
Padahal, kata Awie, dalam butir-butir Mou Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 lalu menyebutkan hak-hak mantan kombatan, seperti mendapat lahan pertanian seluas dua hektar per orang, rumah layak huni, dan modal usaha. “Jika tuntutan tidak direalisasikan maka kami dari anggota KPA se Aceh akan melakukan aksi bersama masyarakat ke kantor gubernur untuk tuntut semua hal yang tertuang dalam butir-butir MoU Helsinki,” tegasnya.
Dia menyampaikan saat ini para mantan kombatan berkomitmen tidak mau terlibat seperti Nurdin bin Ismail Amat Alias Din Minimi Cs, yang unjuk diri dengan senjata api. “Kami pikir-pikir, jangan sampai semua mantan kombatan GAM terlibat lagi seperti Din Minimi Cs. Kalau terlibat seperti itu, yang jadi korban rakyat Aceh. Sudah cukup rakyat menjadi korban dan sengsara,” katanya.
Selain itu, Awie Juli juga mengkritisi kepemimpinan Muzakir Manaf sebagai Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) yang menurutnya belum berperan maksimal dalam proses peralihan (reintegrasi) terhadap para mantan kombatan GAM.
Juru bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Mukhlis Abee mengatakan akhir-akhir ini banyak bermunculan lembaga-lembaga yang mengatasnamakan ini dan itu. Bahkan mengancam akan melakukan sesuatu dengan dasar yang tidak jelas. “Kami dari KPA tak bisa banyak mengomentari hal-hal yang demikian,” katanya menjawab Serambi, Sabtu (18/10).
Mukhlis menambahkan jika ingin berdialog dengan KPA untuk mendiskusikan berbagai hal, maka pihaknya juga sangat terbuka. “Jika ingin memberi masukan yang positif untuk kami di KPA juga tidak ada masalah. Untuk kemajuan kita bersama, mari kita berfikir positif. Kita sama-sama berfikir untuk kebaikan. Kami menghimbau mari kita bangun sesuatu yang positif untuk kita bersama,” ungkap Mukhlis Abee. (azm/arrahmah.com)