XINJIANG (Arrahmah.com) – Seorang mantan detektif Cina yang meminta identitasnya dirahasiakan, membeberkan penyiksaan yang dialami tahanan muslim Uighur di Xinjiang. Jiang, nama julukannya, menceritakan bagaimana aparat kepolisian Cina menyiksa etnis minoritas itu.
Jiang menceritakan kisahnya pada CNN di Eropa, tempat dimana ia berada dalam pengasingan. Jiang menggambarkan kampanye sistematis untuk menyiksa etnis Uighur di sistem kamp penahanan kawasan itu.
Beijing membantah klaim ini selama bertahun-tahun.
Membuka ceritanya, Jiang mengatakan ratusan polisi dikerahkan ke rumah sejumlah warga Uighur. Para polisi memaksa warga keluar dari rumah, memborgol dan mengerudungi mereka, bahkan mengancam akan menembak mereka jika melawan.
“Kami mengambil (mereka) semua secara paksa semalaman,” kata Jiang dikutip dari CNN (5/10/2021).
“Jika ada ratusan orang di satu daerah, maka Anda harus menangkap ratusan orang ini.”
Setelah menculik masyarakat Uighur, aparat kepolisian menyiksa mereka untuk mendapatkan pengakuan.
“Tendang mereka, pukul mereka (sampai mereka) memar dan bengkak,” kata Jiang, mengingat bagaimana dia dan rekan-rekannya dulu menginterogasi tahanan di pusat penahanan polisi.
“Sampai mereka berlutut di lantai sambil menangis.”
Selama berada di Xinjiang, Jiang mengatakan setiap tahanan baru dipukuli selama proses interogasi. Beberapa di antara mereka adalah wanita dan anak 14 tahun.
“Setiap orang menggunakan metode yang berbeda. Beberapa bahkan menggunakan palang penghancur, atau rantai besi dengan kunci.”
“Polisi akan menginjak wajah tersangka dan menyuruhnya untuk mengaku,” Jiang membeberkan.
Tak hanya itu, pelecehan seksual juga dilakukan sebagai salah satu taktik mendapatkan pengakuan.
“Jika Anda ingin orang mengaku, Anda menggunakan tongkat listrik dengan dua ujung tajam di atasnya,” tutur Jiang.
“Kami akan mengikat dua kabel listrik di ujungnya dan memasang kabel di alat kelamin mereka saat orang itu diikat.”
Penyiksaan oleh polisi di pusat penahanan hanya berhenti ketika para tersangka mengaku, kata Jiang. Tersangka yang mengaku biasanya akan dipindahkan ke fasilitas lain, seperti penjara atau kamp interniran yang dijaga oleh penjaga penjara.
Jiang juga mengakui pernah menjadi polisi bengis selama interogasi. Namun, ia mengatakan kerap menghindari kekerasan terburuk, tidak seperti beberapa rekannya.
“Beberapa orang melihat ini sebagai pekerjaan, beberapa hanya psikopat,” katanya.
Salah satu tindakan penyiksaan yang umum dilakukan adalah ketika penjaga memerintahkan tahanan memperkosa dan menyiksa narapidana laki-laki yang baru, cerita Jiang.
Tak hanya itu, narapidana sering dipaksa untuk tetap terjaga selama berhari-hari, dan tidak diberi makan dan minum, katanya lagi.
Melansir CNN, Jiang menunjukkan seragam polisi, dokumen resmi, foto, video, dan identifikasi dari kegiatannya di Cina. Sebagian besar tidak dapat dipublikasikan untuk melindungi identitasnya.
CNN sendiri telah mengajukan pertanyaan terperinci kepada pemerintah Cina terkait tuduhan ini, tetapi masih belum mendapatkan tanggapan.
Meski begitu, beberapa detail dari ingatan Jiang menggemakan pengalaman dua korban Uighur yang diwawancarai CNN untuk laporan ini.
Xinjiang merupakan daerah otonomi di barat laut Cina yang menjadi rumah mayoritas kaum Muslim Uighur, etnis minoritas yang diduga menjadi target pelanggaran HAM sistematis Negeri Tirai Bambu.
Beberapa laporan organisasi pemerhati HAM internasional menuding China menahan setidaknya satu juta etnis Uighur dalam penampungan layaknya kamp konsentrasi.
Sementara itu, pemerintah China menganggap etnis Uighur sebagai ancaman terorisme dan separatis.
Pemerintah Cina mengklaim terjadinya Pergerakan Islam Turkistan Timur (ETIM) dalam merekrut kaum Muslim minoritas Xinjiang, Uighur. Kaum Uighur juga dinilai kembali ke Negeri Tirai Bambu untuk berjihad setelah berlatih di Suriah dan Irak.
Meski begitu, banyak pengamat yang mempertanyakan apakah ETIM benar-benar ada seperti yang dikatakan China atau tidak. (hanoum/arrahmah.com)