JAKARTA (Arrahmah.com) – Penangkapan orang-orang yang diduga teroris di Solo sebagai upaya Densus 88 mencari proyek ke AS.
“Sekarang ini, SBY dalam perjalanan ke AS, dan ada penangkapan orang-orang yang diduga teroris. Ini bukan penangkapan biasa, tetapi mencari momentum agar teroris dianggap masih ada,” kata mantan Komandan Satgas Intel Badan Intelijen Strategis (BAIS) Laksamana Pertama TNI (Purn) Mulyo Wibisono seperti dikutip itoday (22/9).
Kata Mulyo, ketika orang-orang yang diduga teroris ada berarti masih diperlukan biaya untuk pencegahan dan penindakan. “Kalau teroris tidak ada, mereka yang menumpas dan mencegah teroris tidak ada duit dan kerjaan,” ujarnya.
Ia mengkritisi pihak Densus 88 yang menangkap orang-orang yang diduga teroris itu berhubungan dengan perekrutan Poso.
“Densus 88 itu sudah punya data jaringan Poso dan ada yang “disusupkan” di jaringan ini. Artinya mereka yang melakukan perakitan bahan peledak maupun senjata-senjata tak bisa dilepaskan dari orang-orang Densus yang disusupkan. Ini hal biasa dalam operasi intelijen,” papar Mulyo yang sudah malang melintang dalam dunia intelijen.
Kata Mulyo, penangkapan teroris termasuk yang di Surakarta merupakan sandiwara pihak Densus 88. “Penangkapan itu hanya bagian sandiwara yang mudah ditebak dan sedang dijalankan Densus 88. Dan penangkapan ini didramatisir dengan pemusnahan bahan peledak oleh pihak gegana,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan protes yang dilakukan umat Islam terhadap film anti-islam secara besar-besaran bisa menjadi pembenar pihak AS bahwa Islam diidentikan dengan kekerasan dan teroris. “Setelah komunis jatuh, Islam musuh AS, dan teroris itu selalu diidentikan dengan Islam, padahal gerakan teror juga dilakukan agama lain, seperti di Irlandia utara maupun di AS sendiri ada ekstrimis Kristen,” pungkasnya.(bilal/arrahmah.com)