Oleh Sumiati
Pendidik Generasi dan Member AMK
Anggaran belajar negara sejatinya harus dalam pemantauan yang ketat, agar distribusi tidak salah sasaran. Dikutip dari tirto.id, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 semakin kentara berdampak jauh lebih besar dari yang semula diperkirakan.
Beberapa waktu belakangan, media massa dan media sosial terus diramaikan dengan kabar-kabar terkait dampak pemangkasan anggaran di berbagai instansi pemerintahan. Tak terkecuali di sektor riset dan inovasi di Indonesia.
Dua Kementerian atau Lembaga (K/L) yang membidangi riset dan inovasi, yakni Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), diketahui ikut terdampak Inpres Nomor 1/2025 tersebut.
Efisiensi anggaran banyak menyasar alokasi anggaran untuk rakyat, baik melalui program kegiatan mau pun subsidi atau bantuan langsung. Efisiensi juga terjadi pada pendidikan tinggi dan dana riset. Efisiensi anggaran dilakukan untuk menutup kebutuhan anggaran beberapa program khususnya MBG. Sayangnya, realitanya MBG banyak masalah, maka tujuan efisiensi berpotensi tidak menyelesaikan masalah.
Efisiensi nampak tanpa pemikiran yang matang, karena faktanya ada anggaran lain yang seharusnya dipangkas, tetapi malah tidak dipangkas, misalnya anggaran kemenhan untuk alutsista. Makin nyata yang dibela bukan kepentingan rakyat, tetapi pihak yang punya kepentingan, bahkan makin menguatkan korporatokrasi. Nyaris rakyat hanya dijadikan alasan untuk memberikan legalitas bagi para pemuja kepentingan.
Di dalam Islam penguasa adalah raa’in yang tugas utamanya adalah mengurus rakyat, yaitu mewujudkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan pokok. Prinsip kedaulatan di tangan syara menjadikan penguasa harus tunduk pada hukum syara, tidak berpihak pada pihak lain yang ingin mendapatkan keuntungan. Dalam Islam sumber anggaran banyak dan beragam, tidak bergantung pada utang dan pajak. Alokasi anggaran akan dilaksanakan penuh tanggung jawab dengan perencanaan yang matang. Karena Islam menetapkan jabatan adalah amanah.
Pendapatan Negara dalam Islam
Di dalam sistem Islam, pendapatan negara yang diperuntukkan untuk kepentingan rakyat sangat jelas sumbernya. Karena negara memiliki dewan fai’i dan kharaj. Tempat penyimpanan tersebut disebut diwan-diwan, sebagai tempat penyimpanan harta dan dokumentasi arsip pendapatan negara, yang di dalamnya ada fa’i dan kharaj yang diperuntukkan bagi kaum muslim. Termasuk pendapatan sektor pajak (dharibah) yang ada kalanya diwajibkan atas kaum muslim saat sumber pendapatan baitulmal tidak mencukupi dalam menutup kebutuhan belanja yang wajib ditanggung baitulmal.
Sektor pendapatan diwan fa’i dan kharaj menurut harta yang masuk terdiri dari: Ghanimah baik anfal atau fa’i dan khumus, kharaj, tanah meliputi tanah ‘usyriyyah dan tanah milik umum dan negara, jizyah, pajak (dharibah). Semua diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan individu atau pun kelompok tertentu. (Kitab Al-Amwal, Syeikh Taqiyyudin An-Nabhani).
Jika demikian pendapatannya, tentu negara akan leluasa untuk mendistribusikan kepada rakyat. Rakyat tidak butuh lagi MBG yang tidak jelas. Cukup dengan dana yang sumbernya jelas tersebut untuk biaya sekolah gratis sejak SD bisa hingga ke perguruan tinggi. Bahkan biaya untuk hal lainnya seperti kesehatan pun akan terpenuhi tanpa mengandalkan pajak yang dipaksakan dan utang yang berbunga.
Wallahu a’lam bis shawab