(Arrahmah.com) – Jumat, 15 Maret 2019, jadi hari yang kelam di mata dunia. Ialah seorang Brenton Tarrant yang menjadi pemicunya. Tarrant (28 tahun), seorang penganut ideologi supremasi kulit putih melancarkan serangan brutal yang menyebabkan 49 orang tewas di dua masjid di kota Christcurch, Selandia Baru.
Tarrant telah merencanakan dengan matang aksinya. Laporan media menyebutkan bahwa pegawai di pusat kebugaran ini merencanakan aksinya dalam waktu 3 tahun dan selama 2 bulan mengamati lokasi sasaran. Semua detail telah ia pelajari. Mulai dari pemetaan lokasi target hingga pemilihan waktu yang tepat. Bukan kebetulan aksi ini terjadi di hari Jum’at menjelang pelaksanaan shalat Jum’at. Hari tatkala Masjid paling ramai dihadiri oleh umat Islam.
Tak cukup sampai di situ, Tarrant kemudian melakukan siaran langsung melalui media sosial saat melancarkan aksinya. Ia bahkan meninggalkan barang bukti berupa senjata api yang telah ditulisi tinta putih. Sejumlah nama terpampang di senapan milik Tarrant. Di antaranya ialah nama Charles Martel, Raja Perancis yang mengalahkan ekspansi khilafah ke wilayah Prancis dalam Battle of Tours pada tahun 732 M. “Tours” dan “732” juga digoreskan Tarrant di badan senjata.
Ada juga nama Alexandre Bissonette, seorang teroris Kanada yang melakukan serangan di Masjid di Quebec pada 29 Januari 2017. Anton Lundin Petterson, teroris Swedia yang membunuh anak-anak sekolah karena diradikalisasi oleh ajaran Kristen ekstrem. Marco Antonio Bragadin, seorang tentara di Republik Venesia yang menyerang kapal rombongan haji pada tahun 1570, dan sederet nama teroris anti-Islam.
Lalu, manifesto dan pesan tertulis yang Tarrant tinggalkan, sangat sarat pesan kebencian, balas dendam dan melanjutkan perjuangan para crusader (ksatria salib) dari abad pertengahan yang terlibat perang dengan Khilafah Islam. Tarrant membawa misi dalam aksinya.
Live streaming video adalah upaya Tarrant menginspirasi orang-orang sejenisnya di luar sana yang sudah sangat geram pada umat Islam namun belum berani bertindak. Tarrant ingin menjadi pahlawan yang memantik kobaran api besar “Neo Perang Salib” di era modern.
Jika kita memantau postingan berita internasional tentang aksi teror Tarrant hari ini, tidak sedikit komentar dukungan dan doa dari fans dan pendukung Tarrant. Bagi mereka aksi keji Tarrant sangat heroik dan berani.
Selama ini aksi anti Muslim di Barat hanya berupa kekerasan verbal dan paling parah berupa pelemparan Masjid atau vandalisme. Aksi kekerasan fisik pada Muslim masih langka dan jarang terjadi. Tarrant membawa misi meng-upgrade level kekerasan ke tahap mengerikan. Sudah sepatutnya kita bersiap diri dan mari kita lihat apa yang terjadi selanjutnya. (redaksi/arrahmah.com)