TEL AVIV (Arrahmah.com) – Presiden Filipina memuji perdana menteri ‘Israel’ atas “bantuan kritis” negara Zionis tersebut dalam mengakhiri pengepungan lima bulan oleh “pemberontak” di sebuah kota selatan saat mereka mengadakan pembicaraan di Yerusalem di tengah kecaman terhadap catatan hak asasi manusia pemimpin Filipina itu.
Rodrigo Duterte mengatakan kepada Benjamin Netanyahu pada Senin (3/9/2018) bahwa konflik Marawi di pulau Mindanao “dapat berlangsung lebih lama jika ‘Israel’ tidak memasok peralatan yang sangat penting dan krusial”.
Ini adalah pertama kalinya Duterte mengakui bantuan publik ‘Israel’ dalam mengakhiri pengepungan Marawi pada tahun 2017.
“Pak Perdana Menteri, saya hanya bisa berterima kasih banyak kepada anda terutama atas bantuan kritis yang anda berikan saat kami benar-benar membutuhkannya,” kata Duterte.
“Dalam masalah baru-baru ini di Filipina, tingkat bantuan yang anda berikan sangat penting dalam memenangkan perang,” lanjutnya.
Pengepungan Marawi terjadi antara Mei hingga Oktober 2017, ketika media mengklaim para pejuang yang bersumpah setia kepada ISIL mengambil alih kota.
Pertempuran tersebut menewaskan lebih dari 1.000 orang, termasuk tentara dan warga sipil – dan menelantarkan ratusan ribu orang.
Kunjungan itu merupakan yang pertama oleh presiden Filipina ke ‘Israel’ sejak kedua negara itu menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1957.
“Kami berbagi semangat yang sama untuk perdamaian, kami berbagi semangat yang sama untuk kemanusiaan. Selain itu kami berbagi semangat yang sama untuk tidak membiarkan negara kami dihancurkan oleh mereka yang … tidak tahu apa-apa selain membunuh dan menghancurkan,” katanya.
Duterte sangat ingin meningkatkan kerja sama keamanan dengan ‘Israel’, yang telah menjual tiga sistem radar dan 100 kendaraan lapis baja pada Filipina. Manila kini mengincar kesepakatan pesawat.
Netanyahu telah bekerja untuk membina sekutu mereka di Asia, Afrika dan Amerika Latin, di mana banyak negara secara historis menghindari ‘Israel’ atas perlakuannya terhadap Palestina.
Namun Netanyahu mendapat kecaman karena merangkul Duterte, yang pasukannya dituduh membunuh ribuan orang dalam serangan anti-narkoba sejak ia menjabat pada Juni 2016.
Duterte juga menyebabkan kemarahan tahun itu ketika ia membandingkan kampanyenya dengan Holocaust dan dirinya sendiri kepada Hitler, dengan mengatakan ia akan “senang membantai” tiga juta pecandu narkoba. Dia kemudian meminta maaf. (Althaf/arrahmah.com)