PERANCIS (Arrahmah.com) – Bruno Metsu, seorang mualaf yang dikenal sebagai pelatih tim sepak bola Senegal, meninggal dunia pada usia 59 tahun di sebuah klinik di kampung halamannya di Desa Coudekerque Prancis Utara setelah perjuangannya melawan penyakit kanker usus yang dia derita.
Herve Beddeleem, Direktur Eksekutif klub basket BCM Gravelines-Dunkirk mengabarkan bahwa sang pelatih menghembuskan nafas terakhirnya pada Selasa (15/10/2013), setelah kanker yang dideritanya dikabarkan telah menyebar ke paru-paru dan hatinya.
“Dia meninggal dunia tadi malam pukul 3:30,” lapor AFP, seperti dikonfirmasi surat kabar La Voix du Nord.
“Saya sangat terkejut dengan berita ini. Bruno memiliki segalanya untuk bahagia, karir profesional yang cemerlang, uang, pernikahan yang bahagia beserta anak-anaknya dan kemudian kanker merenggutnya. Semua itu begitu luar biasa,” dia menambahkan.
Sebelum menjadi seorang pelatih, dia dikenal sebagai seorang pemain sepak bola Perancis. Dia mulai terkenal sebagai seorang pelatih ketika dia memimpin Senegal meraih kejutan kemenangan 1-0 atas negara asalnya, Perancis, di pertandingan pembukaan Piala Dunia 2002.
Dia pun akan dikenang sebagai salah satu pelatih terbaik dalam sejarah sepakbola UEA setelah tim nasionalnya memenangkan Gulf Cup pada tahun 2007 dan Al Ain memenangkan Liga Champion Asia pada tahun 2003.
Bruno menggantikan pelatih Argentina Diego Maradona di klub Al Wasl Dubai musim panas lalu dalam tugas pembinaan terakhirnya sebelum dia didiagnosa menderita kanker dan terpaksa mengundurkan diri pada tiga bulan masa jabatannya untuk menjalani pengobatan.
Mohammad Omar, mantan kapten tim nasional UEA dan Al Ain pada masa kejayaan Bruno terakhir kali berbicara dengannya seminggu yang lalu dan telah merencanakan untuk menyertakannya ke sesi pelatihan Al Wasl pekan ini.
Dia mengatakan kepada Gulf News: “Bagi saya, dia akan selalu menjadi yang terbaik. Dia adalah pelatih pertama yang memenangkan Gulf Cup untuk UAE dan sejauh ini menjadi yang pertama dan satu-satunya manajer yang telah memenangkan Liga Champions Asia dengan klub UEA.”
“Setiap kali ada diskusi mengenai siapa yang menjadi [pelatih] nomor satu dan yang paling membuat perubahan, maka jawabannya pasti selalu Bruno. Dia benar-benar membuat perubahan untuk sepakbola UEA, saya bisa mengatakannya pada kalian.”
Dia memeluk Islam setelah menikah dan kemudian mengganti namanya menjadi Abdul Karim, atau lebih dikenal sebagai Abdullah Metsu.
“Bagi saya dia seperti seorang kakak. Hubungan kami tidak hanya di lapangan, kami bertemu di luar untuk minum kopi dan pertemuan keluarga bersama. Tapi kemudian hubungan kami di luar sepak bola kembali lagi ke lapangan dan saya berusaha lebih keras karena saya tahu apa yang diinginkannya. Bersamanya, saya selalu melakukan yang terbaik.”
Bagi Omar meninggalnya Bruno bertepatan dengan hari raya Idul Adha menjadi sangat berarti.
“Ini adalah berkah dari Allah bahwa dia meninggal tepat pada hari ini diantara semua hari yang ada. Dia adalah seorang manusia yang baik dan begitu disayangi oleh semua orang di negeri ini. Ini adalah rahmat dari Allah bahwa dia meninggal pada hari yang penting bagi umat Islam, karena semua orang tahu bahwa dia telah menderita dan benar-benar merasakan sakit.”
Omar menyatakan bahwa jauh di lubuk hatinya dia seperti tidak rela melihat penderitaan Bruno, namun Omar juga meyakini ketetapan innalillahi wa inna ilaihi raji’un, bahwa sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kita kembali. (banan/arrahmah.com)