YERUSALEM (Arrahmah.id) – 147 negara anggota PBB mengakui Negara Palestina, mewakili sekitar 75% dari komunitas internasional, menurut pembaruan terbaru per April 2025.
Peningkatan pengakuan ini terjadi di tengah perang ‘Israel’ yang sedang berlangsung di Jalur Gaza dan meningkatnya tuntutan internasional untuk penerapan solusi dua negara.
Kota Vatikan, badan pengatur Gereja Katolik dunia, juga mengakui Palestina. Kota ini memiliki status pengamat di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan telah memegang posisi selama bertahun-tahun terkait hak Palestina untuk mendirikan negara merdeka mereka sendiri.
Dukungan Prancis dan Dinamika Eropa
Dalam sebuah langkah yang dipandang pengamat sebagai indikasi pergeseran posisi Eropa, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa negaranya bermaksud untuk mengakui Negara Palestina dalam beberapa bulan mendatang, yang menunjukkan bahwa langkah ini dapat diambil secara resmi pada konferensi PBB yang akan diadakan di New York Juni mendatang.
Macron menambahkan bahwa beberapa negara Arab mungkin, pada gilirannya, mengumumkan pengakuan mereka terhadap ‘Israel’ sebagai bagian dari upaya untuk menyelesaikan konflik.
Otoritas Palestina menyambut baik pernyataan ini, dan menyebutnya sebagai “langkah ke arah yang benar,” sementara tidak ada tanggapan resmi dari ‘Israel’, yang terus menolak pembentukan negara Palestina di dalam perbatasan tahun 1967.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan pidato di depan bantuan kemanusiaan yang ditujukan ke Gaza, di gudang Bulan Sabit Merah Mesir di kota Arish di timur laut Mesir di Semenanjung Sinai utara, sekitar 55 kilometer sebelah barat perbatasan dengan Jalur Gaza, pada tanggal 8 April 2025.
Perang Gaza… dan Perjuangan Menuju Pengakuan
Sejak pecahnya perang ‘Israel’ di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, langkah-langkah menuju pengakuan Negara Palestina telah dipercepat.
Selama periode ini, 10 negara baru mengumumkan pengakuan resmi mereka: Meksiko, Armenia, Slovenia, Irlandia, Norwegia, Spanyol, Bahama, Trinidad dan Tobago, Jamaika, dan Barbados.
Pengakuan baru ini mencerminkan dukungan internasional yang semakin besar bagi Palestina, yang kontras dengan kecaman global yang semakin besar atas pelanggaran ‘Israel’ di wilayah pendudukan.
Perjalanan Pengakuan: Dari Aljazair hingga New York
Pengakuan resmi Negara Palestina dimulai pada 15 November 1988, ketika Yasser Arafat, Ketua Organisasi Pembebasan Palestina, mendeklarasikan berdirinya negara Palestina dari ibu kota Aljazair, bertepatan dengan Intifada Pertama.
Lebih dari 80 negara dengan cepat mengakui Palestina, sebagian besar dari mereka berasal dari belahan bumi selatan: Afrika, Asia, Amerika Latin, dan negara-negara Arab.
Pada 13 September 1993, Perjanjian Oslo ditandatangani antara Palestina dan ‘Israel’, di tengah janji untuk mendirikan negara Palestina di lapangan.
Namun, lebih dari tiga dekade kemudian, negara itu masih hanya ada di atas kertas, di tengah pendudukan yang terus berlangsung dan perluasan permukiman.
Pada 29 November 2012, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa memberikan suara mayoritas (138 suara berbanding 9) untuk memberikan status “negara pengamat nonanggota” kepada Palestina.
Kemudian, pada 2014, Swedia menjadi negara Eropa Barat pertama yang secara resmi mengakui Palestina, diikuti oleh negara-negara lain di benua itu.
Eropa Bergerak… dan ‘Israel’ Mengancam
Pada 22 Mei 2024, tiga negara Eropa—Norwegia, Irlandia, dan Spanyol—mengumumkan pengakuan mereka terhadap Negara Palestina berdasarkan perbatasan sebelum tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Sebagai tanggapan, ‘Israel’ memanggil duta besar dari ketiga negara tersebut dan mengancam akan memperluas permukimannya di Tepi Barat.
Pada 4 Juni 2024, Slovenia bergabung dengan negara-negara Eropa yang mengakui negara tersebut, sementara negara-negara Eropa lainnya, seperti Malta dan Belgia, mempertimbangkan untuk mengambil langkah serupa pada 2025.
Meskipun terjadi perluasan ini, tidak satu pun dari negara-negara industri utama G7 (Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang) yang secara resmi mengakui Negara Palestina, meskipun beberapa telah mengadopsi retorika yang mendukung solusi dua negara.
Apa pentingnya pengakuan?
Pengakuan internasional atas Palestina merupakan langkah simbolis penting yang meningkatkan kedudukan hukum dan politik Palestina secara internasional, memungkinkannya untuk bergabung dengan lembaga-lembaga PBB dan mengklaim hak-haknya melalui pengadilan internasional.
Pengakuan juga memberi tekanan pada negara-negara Barat yang ragu-ragu dan mendorong penerapan resolusi legitimasi internasional mengenai konflik Palestina-‘Israel’.
Peningkatan pengakuan internasional ini memberikan legitimasi kuat bagi perjuangan Palestina, namun di lapangan, pendudukan ‘Israel’ masih terus berlangsung, 60% wilayah Tepi Barat dikuasai permukiman ilegal ‘Israel’ dan Gaza masih di bawah blokade ketat dengan krisis kemanusiaan yang parah.
Tersisa pertanyaan, akankah tekanan internasional ini mampu mengubah kebijakan ‘Israel’? Bisakah komunitas global menerjemahkan pengakuan politik menjadi aksi nyata untuk mengakhiri pendudukan?
Saat ini, pengakuan internasional masih menjadi sekadar pernyataan politik yang belum diterjemahkan ke dalam realitas konkret. (zarahamala/arrahmah.id)