JAKARTA (Arrahmah.com) – Putusan Mahkamah Konstitusi yang memberikan hak perdata kepada anak hasil zina dinilai oleh Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) telah menimbulkan kegelisahan, keguncangan, dan kebingungan dikalangan umat Islam.
Sehingga MIUMI menyatakan dukungannya terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa anak hasil zina tidak mempunyai nasab, wali nikah, waris dan nafkah dengan laki-laki yang menyebabkan kelahirannya.
MIUMI tegas menyatakan dukungannya terhadap Fatwa MUI yang menyatakan bahwa, “Anak hasil zina tidak mempunyai hubungan nasab, wali nikah, waris, dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan kelahirannya.” Ketua MUIMI DR.Hamid Fahmi Zarkasyi dalam rilisnya kepada arrahmah.com, Senin (19/3).
MIUMI menghimbau kepada pemerintah dan masyarakat luas, agar mematuhi fatwa MUI tersebut. “Sebagai upaya memperbaiki tatanan kehidupan umat Islam terutama di bidang moral dan sosial”, katanya.
Lebih dari itu, MIUMI juga meminta agar Mahkamah Konstitusi untuk menganulir putusan No. 46/PUU-VIII/2010 demi menghindari mafsadat (kerusakan) yang luar biasa dalam tatanan hukum agama dan sosial akibat dikeluarkannya putusan itu.
“Karena jelas-jelas bertentangan dengan Syariat Islam dan berpotensi memicu perzinahan yang lebih meluas”, ujar Hamid Fahmi.
Sebagaimana diberitakan, MUI Pusat telah mengeluarkan Fatwa No. 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakukan Terhadapnya. Fatwa itu dikeluarkan pada 10 Maret 2012/18 Rabiul Akhir 1433 H, ditanda tangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat Prof. Dr. H Hasanuddin AF, MA dan sekretaris Dr. HM Asrorun Ni’an Sholeh, MA.
Fatwa MUI terang-terangan melawan putusan MK. MUI menilai putusan MK tersebut sangat berlebihan, melampaui batas, dan bersifat overdosis, serta bertentangan dengan ajaran Islam dan pasal 29 UUD 1945. (bilal/arrahmah.com)