TULUNGAGUNG (Arrahmah.com) – Dua Warga Muhammadiyah Tulungagung, Sapari dan Mugi Hartanto yang ditangkap Densus 88/Antiteror pekan lalu, menuntut Polri memulihkan nama baiknya. Akibat penangkapan yang dilakukan beberapa waktu lalu itu, nama baik keduanya tercemar.
“Saya dan keluarga menuntut polisi mengembalikan nama baik saya yang setelah penggrebekan dikaitkan dengan jaringan teroris,” tuntut Sapari warga Desa Penjor ini, kepada wartawan di kediamannya, Selasa (30/7/2013).
Di desanya, Sapari dikenal warga sebagai Kepala Urusan Kesra (modin). Selain itu, dia juga dikenal sebagai Takmir di Masjid Al Jihad serta mengelola Lembaga Pendidikan TK/PAUD Aisyiyah. Dia juga aktif sebagai pengurus Muhammadiyah di tingkat Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung.
Sementara Mugi Hartanto yang merupakan warga Desa Gambiran, tercatat aktif di Muhammadiyah dan guru di SDN 3 Geger, Kecamatan Sendang, Tulungagung. Mugi merupakan Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pagerwojo
Senada dengan Sapari, Mugi pun menuntut pihak kepolisian memulihkan nama baiknya akibat penangkapan yang dilakukan Densus 88/Antiteror, 22 Juli lalu. Terlebih, saat penangkapan berlangsung mereka kerap dikaitkan dengan kelompok teroris Poso dan membekas di dalam ingatannya.
“Saya tidak menuntut banyak pada polisi. Saya dan keluarga hanya minta polisi mengembalikan nama baik saya,” kata Mugi yang menderita luka di kedua lengannya. Luka tersebut diakibatkan borgol yang mengikat keduanya terlalu kencang.
Selama tujuh hari Sapari dan Mugi ditahan Densus 88. Keduanya akhirnya dikembalikan ke keluarganya, setelah dinyatakan tidak terlibat terorisme.
Mereka ditangkap pada Senin (22/7/2013), bersamaan dengan ditembak matinya dua orang yang disebut terduga teroris, yakni Muhammad Hidayaht alias Dayat dan Eko Suryanto. Pada Ahad malam (28/) mereka diantar pulang oleh Densus dari Surabaya ke Mapolres Tulungagung.
(SI Online/arrahmah.com)