GAZA (Arrahmah.id) – Militer ‘Israel’ mengakui pada Selasa (17/12/2024) bahwa dua tentara, termasuk seorang komandan kompi, tewas di Gaza selatan, Rafah.
Para prajurit, yang merupakan bagian dari Batalyon 7107 Korps Teknik, dilaporkan tewas pada Senin (16/12) ketika sebuah bangunan yang mereka masuki di Rafah runtuh setelah Perlawanan Palestina menargetkannya.
Dua orang lainnya mengalami cedera dalam insiden tersebut, menurut penyelidikan awal.
⚡️Hebrew media: Two were killed in the southern Gaza Strip yesterday, Maj. (res.) Maxim Rozenwald, a company commander, and Staff Sergeant (res.) Alexander Anosov. https://t.co/YbmDAX9fNL pic.twitter.com/4HOgRTcFvw
— Warfare Analysis (@warfareanalysis) December 17, 2024
Kementerian Pertahanan ‘Israel’ mengumumkan bahwa jumlah tentara yang terluka telah meningkat menjadi sekitar 13.500.
Meskipun tidak memberikan informasi terkini mengenai jumlah korban tewas, baru-baru ini disebutkan bahwa 808 tentara telah tewas sejak perang di Gaza dimulai, termasuk 380 tentara selama operasi darat di Jalur Gaza.
Di antara yang terluka, 287 prajurit dilaporkan menderita cedera kepala, dengan 87 kasus diklasifikasikan sebagai serius, dan beberapa prajurit sekarang bergantung pada kursi roda.
Selain itu, 37 persen tentara yang terluka mengalami cedera anggota tubuh, terutama patah tulang, menurut data pemerintah ‘Israel’.
Masalah kesehatan mental juga berdampak serius pada pasukan ‘Israel’. Sekitar 5.200 tentara bergulat dengan tantangan psikologis, termasuk 3.350 yang menghadapi kecemasan, depresi, dan gangguan penyesuaian, serta 1.300 yang menderita gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Pada akhir 2024, hampir 14.000 prajurit yang terluka diperkirakan memerlukan perawatan, dengan 40 persen diantisipasi mengalami masalah kesehatan mental.
Setiap bulan, lebih dari 1.000 tentara dipindahtugaskan dari tugas tempur untuk mendapatkan perawatan psikologis. Dari jumlah tersebut, 35 persen melaporkan tekanan mental, dan 27 persen menderita PTSD atau kondisi terkait.
Tekanan mental juga dilaporkan menyebabkan peningkatan yang meresahkan dalam kasus bunuh diri di kalangan prajurit.
Surat kabar ‘Israel’ Haaretz melaporkan bahwa sedikitnya 10 tentara ‘Israel’ bunuh diri antara 7 Oktober dan 11 Mei.
Namun, ketika ditanya tentang tingkat bunuh diri secara keseluruhan selama perang, Uzi Bechor, seorang psikolog dan komandan Unit Respons Tempur militer ‘Israel’, menolak memberikan angka spesifik, dengan alasan pembatasan. Bechor menggambarkan tingkat bunuh diri sebagai “stabil” tetapi mengakui beban emosional yang sangat besar pada pasukan.
Seorang dokter ‘Israel’ mengatakan kepada CNN bahwa banyak tentara muda menunjukkan tanda-tanda trauma parah, mulai dari mati rasa secara emosional hingga sering menangis, akibat dari beban psikologis perang. (zarahamala/arrahmah.id)