GAZA (Arrahmah.id) – Dua rumah sakit terbesar di Gaza telah berhenti menerima pasien baru akibat pemboman “Israel” dan kekurangan obat-obatan serta bahan bakar di tengah laporan meningkatnya jumlah kematian di antara pasien dan staf medis.
Al-Shifa dan Al-Quds, rumah sakit terbesar dan kedua terbesar di Gaza, mengatakan pada Ahad (12/11/2023) bahwa mereka telah menghentikan operasi mereka saat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan gencatan senjata segera untuk mencegah peningkatan kematian.
Dr Nidal Abu Hadrous, seorang ahli bedah saraf yang bekerja di Rumah Sakit Al-Shifa, mengatakan bahwa para pasien dan staf menghadapi situasi “bencana” tanpa listrik atau air dan tidak ada jalan keluar yang aman, lansir Al Jazeera (13/11).
“Hal ini tidak akan berlangsung lama. Intervensi mendesak untuk menyelamatkan staf dan pasien diperlukan,” kata Abu Hadrous.
Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara juga menghentikan operasinya setelah generator utamanya kehabisan bahan bakar, direktur rumah sakit Ahmed al-Kahlout mengatakan kepada Al Jazeera.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa situasi di Rumah Sakit Al-Shifa “mengerikan dan berbahaya”.
“Dunia tidak bisa tinggal diam ketika rumah sakit, yang seharusnya menjadi tempat yang aman, berubah menjadi tempat kematian, kehancuran, dan keputusasaan,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sebuah posting di X, dan menambahkan bahwa Al-Shifa “tidak berfungsi sebagai rumah sakit lagi.”
Tiga perawat tewas di Rumah Sakit Al-Shifa sejak Jumat di tengah pengeboman “Israel” dan bentrokan di dekat kompleks tersebut, badan bantuan PBB di wilayah Palestina yang diduduki mengatakan dalam pembaruan terbarunya pada Ahad.
Dua belas pasien, termasuk dua bayi prematur, juga telah meninggal sejak dimulainya pemadaman listrik, sementara infrastruktur penting, termasuk fasilitas kardiovaskular dan bangsal bersalin, telah rusak parah, menurut badan PBB tersebut.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa tiga bayi prematur telah meninggal.
WHO mengatakan bahwa 600-650 pasien, 200-500 petugas kesehatan dan sekitar 1.500 pengungsi internal masih berada di rumah sakit tanpa jalan keluar yang aman.
Para pasien termasuk 36 bayi yang berisiko meninggal karena kurangnya inkubator yang berfungsi, menurut kementerian kesehatan di daerah kantong yang dikuasai Hamas tersebut.
Pasukan “Israel” telah mengepung fasilitas medis di bagian utara Gaza, termasuk Rumah Sakit Al-Shifa, yang menurut klaim para pejabat “Israel” terletak di atas pusat komando Hamas.
Hamas dan pejabat rumah sakit membantah bahwa kompleks tersebut menyembunyikan infrastruktur militer.
Para pejabat Palestina dan orang-orang di dalam rumah sakit telah melaporkan bahwa pasukan “Israel” secara langsung menargetkan kompleks rumah sakit dengan amunisi dan penembak jitu.
Wakil Menteri Kesehatan Munir al-Boursh mengatakan penembak jitu menembaki setiap gerakan di dalam kompleks.
“Ada yang terluka di dalam rumah sakit dan kami tidak bisa menjangkau mereka,” katanya kepada Al Jazeera. “Kami tidak bisa menjulurkan kepala keluar dari jendela.” (haninmazaya/arrahmah.id)