Seorang bergama Buda dan satu Muslim tewas ditembak tersangka pejuang dalam serangan terpisah di daerah rusuh Thailand selatan, kata polisi hari Kamis.
Seorang beragama Buda berusia 26 tahun ditembak di rumahnya oleh dua orang bersenjata sesaat sesudah tengah malam di Narathiwat, satu dari tiga propinsi rusuh berbatasan dengan Malaysia, kata polisi.
Di propinsi tetangganya, Pattani, Muslim berusia 55 tahun tewas ditembak pengendara motor pada Rabu malam.
Serangan terahir itu terjadi di tengah isyarat pemimpin tentara Thailand, yang merebut kekuasaan dalam kudeta tak berdarah bulan lalu, bahwa pemerintah akan merundingkan perdamaian dalam upaya menyelesaikan pemberontak lama di selatan tersebut.
Lebih dari 1.500 orang tewas sejak kekerasan terahir terjadi Januari 2004, lapor AFP.
Umat Buda, tentara, polisi dan pejabat pemerintah daerah sering menjadi sasaran pejuang, tapi Muslim dinilai dengan pemerintah juga diserang.
Tidak ada yang mengaku bertanggungjawab atas serangan di wilayah bergolak itu, tempat pengamat dan pejabat mengatakan kejahatan tergalang dan korupsi polisi setempat juga berperan besar dalam kekerasan tersebut.
Wilayah tersebut pernah merupakan kesultanan Melayu sampai umat Buda Thailand menguasainya seabad lalu dan pemberontakan merebak sejak itu.
Satu dari kelompok gerilyawan, yang disebut bertanggungjawab atas keadaan di Thailand selatan dilaporkan ingin menyelenggarakan perundingan perdamaian di Malaysia, namun masih belum menerima undangan resmi dari pemerintah Thailand.
Pejabat pemerintah Thailand mengumumkan akan melakukan perundingan perdamaian dengan dua kelompok gerilyawan itu pada awal bulan depan dan berkata bahwa pemimpin utama kedua kelompok tersebut, Bersatu dan Kelompok Pembebasan Pattani Bersatu (PULO), telah menghubungi mereka.
PULO dibentuk tahun 1968 dan menjadi kelompok terbesar gerilyawan di daerah itu dalam dua dasawarsa, tapi terpecah pada tahun 1990-an, sementara Bersatu adalah kelompok induk bentukan PULO dan kelompok sempalan tahun 1997.
Namun, pejabat luar negeri PULO, Kasturi Mahkota, mengatakan bahwa tidak ada pengaturan untuk perundingan dengan penguasa tentara, yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada September lalu.
Mahkota mengatakan, Malaysia merupakan tepat sesuai untuk menggelar perundingan perdamaian itu, karena merupakan Ketua Organisasi Konferensi Islam, kelompok terbesar negara Islam di dunia.
Kepemimpinan tentara Thailand memunculkan harapan bahwa pemberontakan berdarah di provinsi Yala, Pattani dan Narathiwat itu dapat diselesaikan.(*)
Sumber: antara.co.id