YOGYAKARTA (Arrahmah.com) – Selasa pagi tadi keluarga Almarhum Siyono, korban kezaliman Densus 88, menghadap pimpinan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta. Pada kesempatan itu, Suratmi, janda Almarhum Siyono membawa dua gepok uang duka yang diterimanya dari seorang wanita di Jakarta.
“Ya ini nominalnya banyak sekali. Saya nggak berani buka, saya serahkan Bapak, saya titipkan biar diamankan. Saya ragu-ragu, Pak,” kata Suratmi kepada Busyro, lansir detik.
Hadir pula pada pertemuan itu Komisioner Komnas HAM Siane Indriani. Di hadapan sejumlah pengurus PP Muhammadiyah dan wartawan, Suratmi menyerahkan dua gepok uang yang terbungkus kertas Koran dan dililit lakban warna cokelat.
Uang tersebut diterimanya dari seorang perempuan bernama Ayu saat Suratmi datang ke Jakarta untuk menjenguk suaminya. Berniat menjenguk, ternyata Suratmi mendapati suaminya sudah meninggal dunia.
Uang tersebut, kata Suratmi menirukan Ayu, untuk biaya pemakaman dan untuk kelima anaknya.
Busyro menerima titipan uang tersebut dan akan menyimpan apa adanya sebagai barang bukti jika nanti diperlukan dalam proses hukum ke depannya.
“(Uang ini) Dititipkan sebagai bukti bu Suratmi menolak dan terganggu dengan adanya uang ini. Kami terima sementara, akan kami simpan dengan baik sebagai barang bukti,” kata Busyro.
Tak hanya itu, Suratmi juga bercerita saat dirinya menolak menandatangani sebuah berkas yang disodorkan Densus 88 usai kematian suaminya. Beberapa poin dalam berkas tersebut adalah Suratmi tidak akan menempuh jalur hukum dan mengikhlaskan kematian Siyono.
“Saya tidak mau menandatanganinya,” tegas Suratmi.
Sebagaimana diketahui Siyono warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten yang meninggal dunia saat dibawa Densus 88
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menduga kematian Siyono saat dibawa aparat Densus 88, karena mengalami penyiksaan saat berada dalam pemeriksaan Polri.
“Kami menduga bahwa korban meninggal karena mengalami penyiksaan saat berada dalam pemeriksaan Polri. Jika penyiksaan memang terjadi maka dapat dipastikan telah terjadi pelanggaran pidana, etik, prosedur pemeriksaan dan pengamanan oleh anggota Polri dalam menangani terduga kasus terorisme. Dengan begitu tentu perlu ada penindakan bagi anggota Polri yang melanggar tersebut dan evaluasi menyeluruh mengenai prosedur dan tindakan anggota Densus 88 saat menjalankan operasi penanggulangan terorisme,” demikian siaran pers Kontras yang diteken Koordinator KontraS, Haris Azhar, Senin (14/3/2016).
(azm/arrahmah.com)