GUANTANAMO (Arrahmah.com) – Seorang warga negara Pakistan akan dibebaskan setelah hampir dua dekade mendekam di pusat penahanan Amerika Serikat (AS) di Teluk Guantanamo. Pembebasan itu akhirnya terjadi enam tahun setelah Senat AS menyimpulkan bahwa warga Pakistan itu korban salah identitas dan disangka teroris.
Ahmed Rabbani telah ditahan di penjara militer AS di Guantanamo itu sejak 2004 karena dicurigai memiliki hubungan dengan Al Qaeda. Menurut pengacaranya, Clive Stafford Smith, Rabbani akan dibebaskan dalam waktu dekat.
“Bahkan jika itu hampir terlambat dua dekade, sangat menakjubkan bahwa Ahmed sudah disiapkan untuk dibebaskan,” kata Smith kepada Middle East Eye (12/10/2021).
Rabbani adalah seorang warga negara Pakistan dengan latar belakang etnis Rohingya Burma. Dia ditangkap oleh pihak berwenang Pakistan pada 2002 sebelum dipindahkan ke penjara Cobalt yang terkenal kejam di Kabul, Afghanistan, sebuah pusat interogasi yang sering disebut sebagai “kegelapan” oleh para tahanannya.
Pria berusia 52 tahun itu ditahan dalam tahanan CIA selama lebih dari 540 hari baik di Cobalt atau penjara rahasia terdekat lainnya sebelum dikirim ke penjara Teluk Guantanamo.
Pada 2014, sebuah laporan Senat AS tentang interogasi CIA menetapkan bahwa Rabbani adalah korban dari identitas yang salah dan secara keliru dianggap sebagai militan Al Qaeda tingkat tinggi bernama Hassan Ghul.
Ghul sendiri kemudian ditangkap dan dibawa ke Cobalt ketika Rabbani masih ada. Dia pada waktunya dibebaskan dan dikirim kembali ke Pakistan. Di sana, Ghul disebutkan kembali ke kehidupan militan sebelumnya dan terbunuh dalam serangan pesawat tak berawak pada 2012.
Namun, yang menimbulkan pertanyaan adalah mengapa Rabbani tidak dibebaskan bertahun-tahun yang lalu. Smith menekankan bahwa mereka tidak boleh terburu-buru karena disiapkan untuk dibebaskan di Guantanamo tidak secara otomatis berarti tahanan itu pulang.
Smith sendiri telah berkampanya untuk pembebasan Rabbani selama 16 tahun terakhir. Dia mengatakan, bahwa empat pria masih ada di penjara Guantanamo meskipun mereka telah disiapkan untuk bebas 10 tahun yang lalu.
“Tetapi setidaknya kita sekarang akan berdebat tentang kapan dia harus pulang, daripada, apakah,” ujarnya.
Menurut laporan Senat AS pada 2014, Rabbani ditahan dalam kegelapan total, dengan musik keras diputar terus-menerus untuk membuat para tahanan kurang tidur. Dia juga dikenakan strappado, suatu bentuk penyiksaan yang ditemukan oleh inkuisisi Spanyol dimana korban digantung dengan tangan dengan belenggu besi.
Menurut laporan itu, Rabbani juga merupakan salah satu tahanan yang disiksa tanpa persetujuan Markas Besar CIA. Putra Ahmed Rabbani yang berusia 18 tahun, Jawad Rabbani, menggambarkan dampak penahanan ayahnya terhadap pendidikannya.
Jawad lahir enam bulan setelah penculikan ayahnya. Kepada MEE, dia mengungkapkan bahwa meskipun dia belum pernah secara fisik bertemu ayahnya, dia senang mendengar pembebasannya.
“Saya merasa sangat senang karena saya akan bertemu dan memiliki pengalaman dengannya, sekarang, akhirnya, saya akan memiliki seseorang yang dapat saya andalkan dan memberi saya bimbingan,” ujar Jawad.
Awal tahun ini, pemerintahan Joe Biden mengumumkan bahwa mereka bermaksud untuk menutup fasilitas penahanan itu dalam empat tahun ke depan dan juga meluncurkan tinjauan resmi terhadap penjara militer AS tersebut.
Fasilitas tersebut saat ini menampung 39 tahanan, dengan 10 tahanan, sekarang termasuk Rabbani, telah disiapkan untuk dibebaskan tetapi belum dipindahkan. Pada Mei lalu, kakak laki-laki Ahmed Rabbani, Abdul, juga disiapkan untuk dibebaskan, begitu pula orang Pakistan ketiga, Saifullah Paracha, yang diculik oleh Amerika Serikat di Thailand.
Namun, baik Saifullah Paracha maupun Abdul Rabbani belum dibebaskan. Saudara-saudara Rabbani dan lainnya telah disetujui oleh Dewan Peninjau Berkala yang dibentuk oleh mantan Presiden Barack Obama.
Sistem dewan peninjau terdiri dari satu orang dari masing-masing enam badan intelijen utama AS. Semuanya harus setuju bahwa tahanan bersangkutan bukan ancaman bagi AS atau mitra koalisinya. (hanoum/arrahmah.com)