Oleh Ummu Kholda
Pegiat Literasi
Kisruh pagar bambu yang membentang di perairan Tangerang, beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan warganet. Jelas saja, laut yang sejak zaman nenek moyang telah menjadi milik bersama serta menjadi wilayah penting terutama dalam mencari penghidupan tiba-tiba dipagari dengan bambu hingga 30 km. Meskipun akhirnya pagar bambu tersebut dibongkar oleh TNI AL yang dipimpin oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sejauh ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid telah menjatuhkan sanksi kepada delapan pejabat Kantor Pertanahan Tangerang. Dari delapan pejabat tersebut ada enam pegawai yang diberi sanksi pemberhentian. Namun, mencopot pejabat internal seharusnya cuma menjadi langkah awal, pemerintah tidak boleh puas hanya dengan menjatuhkan sanksi etik kepada pejabat level daerah. Akan tetapi harus dilanjutkan dengan melakukan tindakan penegakkan hukum pidana.
Anehnya, sudah sebulan kasus ini bergulir, belum ada nama-nama yang diumumkan untuk dibidik aparat penegak hukum. Tidak juga ada pengumuman resmi soal pelaku pemagaran di laut Tangerang. Padahal, Kementerian ATR/BPN sudah membuka nama-nama korporasi pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Yakni, PT Intan Agung Makmur, PT Cahaya Inti Sentosa, serta bidang lain milik perorangan. Bahkan sudah ada puluhan HGB yang dicabut karena terbukti ilegal. (Tirto.id, 31/1/2025)
Kuatnya Korporasi di Balik Pemagaran Laut
Sekadar diketahui bahwa kasus pagar laut ini tidak hanya terjadi di Tangerang, akan tetapi di daerah lain seperti Bekasi, Surabaya, Bali, hingga Makassar. Setelah mencermati hasil pertemuan kelompok nelayan Tangerang, diduga kuat, pemagaran di wilayah tersebut juga dilakukan oleh pelaku yang sama.
Dengan merujuk izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) pemagaran laut tersebut dinyatakan ilegal. Karena berada di zona perikanan tangkap dan zona pengelolaan energi yang diatur Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang DKP Provinsi Banten 2/2023. Selain itu juga keberadaan pagar laut akan berpotensi menimbulkan kerugian bagi nelayan dan merusak ekosistem pesisir. Sayangnya, meski kasus pagar laut sudah menunjukkan adanya pelanggaran hukum, tetapi tidak segera ditindak lanjuti dan dibawa ke tanah pidana.
Yus Dharman, selaku praktisi hukum yang juga pengamat kebijakan publik bahkan mengatakan jika pemagaran laut merupakan kejahatan korporasi, meskipun mereka mengklaim bahwa pemagaran laut merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Ia juga mengatakan hanya pejabat yang tidak berhati nurani yang berani menerbitkan HGB di atas laut dengan melanggar banyak aturan. (Balipost.com, 1/2/2025)
Sistem kapitalisme yang dianut negeri ini telah membuat negara kehilangan kedaulatan dalam mengurus rakyatnya, tergadaikan oleh kepentingan akibat prinsip kebebasan kepemilikan. Negara bertindak sebagai regulator dan fasilitator bahkan tunduk pada arahan kebijakan para pemilik modal serta menjaga kepentingannya. Dalam hal ini, penguasa yang seharusnya melindungi hak rakyat justru kongkalikong dengan para korporat, memberikan izin privatisasi terhadap kepemilikkan umum.
Inilah salah satu bentuk permufakatan jahat antara penguasa dengan para pengusaha. Akibatnya terjadi pembiaran terhadap pemagaran laut, bahkan sampai terbit HGB dan SHM (Sertifikat Hak Milik). Padahal laut termasuk kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai baik oleh individu maupun kelompok. Namun hari ini, prinsip seperti itu tidak berlaku lagi selama negara ini masih menggunakan sistem kapitalisme dengan liberalisasi ekonominya.
Selain itu, sistem ini juga telah memandulkan peran negara sebagai pengurus rakyat. Negara abai terhadap kepentingannya, sibuk mengurus dan melayani kepentingan para korporat. Padahal seharusnya negara berada di pihak rakyat, menindak tegas siapapun yang berani merampas hak rakyat. Namun, hingga hari ini otak pelaku pemagaran laut di Tangerang belum tersentuh oleh hukum. Apalagi fenomena hari ini, hukum kerap terkalahkan oleh uang dan koneksi (orang dalam). Mirisnya lagi, para pejabat dari pusat hingga daerah, bahkan kelurahan malah sibuk saling lempar tanggung jawab hingga berlepas tangan.
Inilah keniscayaan yang terjadi dalam sistem hari ini, cengkeraman korporasi begitu kuat hingga melumpuhkan peran vital penguasa sebagai pengurus rakyat. Rakyat tidak akan sejahtera jika masih berada dalam kekuasaan korporasi seperti ini. Sekuat apapun masyarakat mempertahankan haknya, tidak berarti apa-apa jika sudah uang yang bicara. Mereka akan kalah dengan regulasi yang tersusun rapi hasil dari kesepakatan para korporat.
Islam, Kekuasaan adalah Amanah
Berbeda dengan sistem kapitalisme sekuler yang cenderung berpihak kepada korporat, Islam dengan segenap aturannya berprinsip pada kemaslahatan rakyat. Itu karena pemimpin dalam Islam bersifat melayani atau sebagai raa’in (pengurus rakyat) dan junnah (pelindung) sehingga dalam pelaksanaan tugas-tugas kepemimpinannya akan selalu mementingkan rakyat. Sebagaimana sabda Rasul saw. : “Imam (khalifah) adalah raa’in, dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)
Untuk mengurusi rakyatnya, Islam memiliki aturan yang berasal dari Sang Pencipta, Allah Swt.. Aturan tersebut akan diterapkan oleh negara secara mandiri dan kafah (menyeluruh), tidak didikte oleh pihak manapun sebagaimana dalam kapitalis.
Selain itu, negara Islam akan memberlakukan sistem ekonomi Islam dalam rangka menyejahterakan rakyatnya dengan mengatur kepemilikan dan pengelolaannya menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Mengenai laut, Islam telah menetapkan sebagai harta milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu maupun kelompok, bahkan negara sekalipun. Karena penguasaannya oleh individu atau kelompok tertentu akan menghalangi individu lain dalam mengakses ataupun memanfaatkannya. Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaini air, padang rumput, dan api. Dan harganya adalah haram.” (HR Ibnu Majah)
Adapun jika terjadi sebagaimana hari ini, yakni pemagaran laut atau privatisasi laut maka negara Islam akan menindak tegas siapapun pelakunya. Sanksi Islam diberlakukan dalam rangka mencegah orang lain agar tidak melakukan pelanggaran yang sama (zawajir) dan sebagai penebus dosa (jawabir).
Islam juga telah menetapkan penguasa atau pemimpin untuk menjalankan aturan Islam saja. Tidak boleh menjalankan aturan yang lain. Karena kekuasaan adalah amanah, dan amanah ini dapat menjadi beban bagi pemangkunya di dunia sekaligus dapat mendatangkan siksa bagi dirinya di akhirat kelak. Rasul pun telah mengingatkan kepada umatnya tentang bahaya terhadap ‘cinta kekuasaan’ dan berhati-hati terhadap ambisi ini. Rasulullah saw. bersabda: “Kepemimpinan itu awalnya bisa mendatangkan cacian, kedua bisa berubah menjadi penyesalan, dan ketiga bisa mengundang azab dari Allah Swt. pada hari kiamat, kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil.” (HR. Ath-Thabrani)
Pemimpin Islam harus benar-benar serius menjalankan amanah kepemimpinannya, berlaku adil dan berprinsip mengedepankan kepentingan rakyat. Penguasa tidak boleh sedikitpun menyentuh harta rakyat, ataupun memfasilitasi pihak lain dalam rangka mengambil harta milik rakyat atau milik umum serta dilarang menerima suap dengan memanfaatkan jabatannya. Karena harta tersebut termasuk harta ghulul sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Barang siapa yang telah kami angkat untuk melakukan suatu tugas, laku dia telah kami beri gaji, maka apa saja yang diambilnya selain dari gaji adalah harta khianat (ghulul).” (HR Abu Dawud)
Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa hadiah juga termasuk ghulul. Sehingga jika ada seorang pejabat pemerintah yang diberikan hadiah oleh seseorang berkenaan dengan tugas pejabat itu maka hal itu juga termasuk ghulul dan tidak boleh pejabat itu mengambilnya.
Dari sini jelaslah bahwa pemagaran laut dalam sistem kapitalisme ini merupakan pelanggaran terhadap hak rakyat yang berupa harta milik umum untuk dimanfaatkan oleh kelompok tertentu. Kasus seperti ini niscaya tidak akan terjadi jika negara tegas menindak pelakunya sebagaimana dalam Islam yang tanpa tebang pilih akan memberlakukan sanksi atas pelanggaran-pelanggaran syariat dalam rangka menjaga amanah dari Allah Swt..
Wallahu a’lam bi ash-shawab