JAKARTA (Arrahmah.com) – Cendikiawan Muslim asal India, Dr. Zakir Abdul Karim Naik, melakukan silaturahim dengan Dewan Pimpinan Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam kunjungannya ke kantor lembaga keagamaan itu, Zakir Naik tidak banyak berbicara secara monolog. Akan tetapi diisi dengan dialog, diskusi dan tanya jawab seputar masalah Islam.
Dai asal India tersebut sempat merespon beberapa pertanyaan seputar kepemimpinan Muslim, isu terorisme, metode dakwah dan banned (larangan) dakwah dirinya di India.
Zakir Naik mengupas makna “aulia” dalam Surah Almaidah ayat 51. Ayat Al Quran yang sedang jadi sorotan di Indonesia. Dia berpendapat, kata aulia dalam Surah Al Maidah : 51 juga dimaknai sebagai pelindung bagi umat Islam.
“Saya tahu kalau tafsir Al Maidah 51 banyak disalahartikan, terutama makna aulia yang tercantum di dalamnya. Ayat itu jelas menyampaikan bahwa umat Islam wajib memilih aulianya sebagai pelindung bagi seluruh umat dan membiarkan umat agama lain menjadikan pemimpin agamanya bagi mereka sendiri,” kata Zakir Naik di kantor MUI Pusat, Jakarta, Jum’at (31/3/2017).
Oleh karena itu, kata Zakir Naik, makna aulia di sini bukan sekadar pemimpin. “Aulia di dalam ayat ini bermakna tak hanya sekadar pemimpin tapi juga sebagai pelindung,” ucapnya.
Zakir menjelaskan, bahwa seorang muslim wajib menjalankan perintah Al Maidah 51 untuk menjadikan pemimpin muslim sebagai pelindungnya.
“Sebagai seorang muslim yang mencari perlindungan kepada Allah dan yang mempercayai Allah, wajib memilih seorang pemimpin muslim,” katanya.
Lanjut Zakir, makna lain dari Al Maidah : 51 adalah perintah mencari pelindung. Zakir menegaskan bahwa hanya pemimpin muslim yang bisa melindungi Alquran.
“Yang mampu menjadi pelindung Al Quran hanyalah muslim. Apabila tidak melindungi al Quran, kita tidak dapat bantuan dan pertolongan,” tambahnya.
Kendati demikian, menurut Zakir, ayat tersebut tidak melarang seorang muslim berteman dengan non-muslim. Islam juga menganjurkan setiap muslim berbuat baik kepada non-muslim.
“Islam menganjurkan berbuat baik kepada non-Muslim. Tapi untuk perlindungan, untuk kepemimpinan. Apabila ada pilihan orang Islam, yang muslim jauh lebih baik daripada non-Muslim,” ucapnya.
Adapun, merespon pertanyaan tentang cara menghadapi fenomena pemurtadan umat Islam di seluruh dunia. Zakir menjelaskan bahwa para missionaris menjalankan misinya dengan metode yang canggih
“Mereka gunakan riset, taktik intelegensia. Misalnya mereka ingin membidik Arab, maka mereka sudah ada data riset yang lengkap soal Arab,” jelasnya.
Menurut Zakir, ada empat tahapan bagi umat Islam dalam menangkal pemurtadan.
“Pertama, kita harus punya dasar Al-Qur’an dan Hadits yang kuat. Berargumentasi berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits,” ujarnya.
Kedua, tambah Zakir, umat Islam harus punya pengetahuan agama lain yang kuat. “Jika para missionaris sering mengutip 75 sampai 100 ayat Al-Quran dalam menjalankan aksinya, maka kita juga harus menguasai 75 sampai 100 ayat kitab mereka,” tegas Zakir Naik.
Ketiga, harus ada penalaran dalam menyampaikan kebenaran-kebenaran Islam.”Keempat, kita harus menyampaikan dakwah saintifikasi yang dapat membuka pemahaman,” jelas pendiri Islamic Research Foundation (IRF) itu.
Zakir juga menjelaskan keadaan dakwah dia di India. Menurut Zakir, masyarakat India baik Muslim dan Non-Muslim sangat mencintai dirinya. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan kehadiran jutaam orang saat dia menggelar kuliah umum terbuka. Zakir dibenci hanya oleh pemerintahan yang sedang berkuasa.
“Yang membenci saya hanyalah politisi. Saya baru-baru saja dilarang berdakwah di India. Sebelumnya tidak pernah dilarang,” katanya.
Rencananya, Dr Zakir Naik akan memberikan kuliah umum di lima kota Indonesia selama 10 hari ke depan, dari 1-10 April 2017. Kelima kota yang bakal disambangi oleh ahli theologi itu adalah Bandung, Yogyakarta, Ponorogo, Bekasi, dan Makassar. (*/arrahmah.com)