MENGAPA JABHAH NUSHRAH MELEPASKAN PARA SERDADU PBB?
Pelajaran yang Dapat Diambil Darinya dan Bantahan Terhadap Kedustaan yang Ditujukan Kepadanya
Oleh: Dr. Iyadh Al Qunaibi
(Arrahmah.com) – Di tengah perjalanannya untuk menaklukkan Provinsi Quneitra, ternyata Jabhah Nushrah perlu melewati sebuah titik rumah sakit yang dikelola oleh PBB, maka salah seorang dokter dari Jabhah Nushrah pun meminta kepada para serdadu PBB untuk mempersilahkan mereka melewatinya, dan sebagai konsekuensinya Jabhah Nushrah tidak akan membahayakan para serdadu tersebut.
Para serdadu itupun mempersilahkan mereka dan Quneitra pun berhasil ditaklukkan, namun ternyata bala tentara Jabhah Nushrah justru menyandera para serdadu PBB itu.
Ketika sang dokter itu tahu mengenai hal ini, maka ia segera mengabarkan kepada penanggung jawab umum urusan syar’i Jabhah Nushrah (Dr. Sami Al Uraidi) bahwa ia telah memberikan jaminan keamanan kepada para serdadu PBB tersebut, Dr. Sami pun lalu meminta fatwa kepada sejumlah ahli ilmu yang di antaranya adalah Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi, maka beliaupun memberikan fatwa kepada mereka bahwa jaminan keamanan yang diberikan oleh sang dokter wajib dipatuhi.
Sebelumnya Jabhah Nushrah berharap bahwa para serdadu itu biarlah disandera terlebih dahulu sembari menunggu kejelasan mengenai konsekuensi (yang akan diberikan oleh PBB) setelah Jabhah Nushrah digolongkan ke dalam kebijakan yang diatur oleh Chapter 7 Piagam PBB, yang biasanya PBB akan menerapkan embargo dan penyerangan. Jabhah Nushrah juga berharap untuk menukar para serdadu tersebut dengan para tawanan laki-laki maupun wanita yang ada di dalam penjara-penjara pemerintahan Suriah. Selain itu Jabhah Nushrah juga berharap untuk membebaskan mereka dengan syarat agar Jabhah Nushrah dapat memasukkan bahan makanan ke dalam wilayah-wilayah yang dikepung di Suriah.
Namun ketika sang penanggung jawab syariat membawa permasalahan ini kepada Abu Muhammad Al Jaulani Amir Jabhah Nushrah, dan mengabarkan kepada beliau bahwa hukumnya wajib untuk melepaskan para serdadu itu tanpa syarat berdasarkan jaminan keamanan yang telah diberikan kepada mereka, maka Al Jaulani berkata kepada mereka: “Kami mendengar dan kami mentaati” akhirnya mereka semua dilepaskan.
Ini merupakan salah satu bentuk dari sikap tunduk yang tulus kepada syariat Allah Ta’ala – kama nahsabuhum–, walaupun itu bertentangan dengan keinginan dan harapan, bahkan keinginan untuk melayani agama sekalipun, yaitu memberi makan kepada orang-orang yang terkepung dan membebaskan para tawanan.
Dalam hal ini Jabhah Nushrah mengamalkan sabda Nabi Muhammad SAW berikut:
الْمُؤْمِنُونَ تَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ يَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ
“Orang-orang mukmin darah mereka sederajat, orang yg paling rendah di antara mereka berjalan dengan jaminan keamanan dari mereka dan mereka adalah satu tangan atas orang selain mereka..” [HR. Nasai No.4664].
Kalau saja ada seorang wanita (muslimah) yang tidak mengangkat senjata memberikan jaminan keamanan kepada seorang lelaki kafir yang mengangkat senjata, maka kaum muslimin wajib untuk patuh terhadap status ke-dzimmah-annya.
Ini adalah sebuah sikap yang mengingatkan kami mengenai sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Muslim dari Hudzaifah bin Al Yaman, sesungguhnya ia berkata:
مَا مَنَعَنِي أَنْ أَشْهَدَ بَدْرًا إِلَّا أَنِّي خَرَجْتُ أَنَا وَأَبِي حُسِيْلٍ فَأَخَذَنَا كُفَّارُ قُرَيْشٍ فَقَالُوا إِنَّكُمْ تُرِيدُونَ مُحَمَّدًا قُلْنَا مَا نُرِيدُ إِلَّا الْمَدِينَةَ فَأَخَذُوا مِنَّا عَهْدَ اللَّهِ وَمِيثَاقَهُ لَنَنْصَرِفَنَّ إِلَى الْمَدِينَةِ وَلَا نُقَاتِلُ مَعَهُ فَأَتَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْنَاهُ الْخَبَرَ فَقَالَ انْصَرِفَا نَفِي بِعَهْدِهِمْ وَنَسْتَعِينُ اللَّهَ عَلَيْهِمْ
“Tidak ada yang menghalangiku untuk turut bertempur di Badar kecuali karena aku dan ayahku yaitu Husail tertangkap oleh orang-orang Quraisy ketika kami keluar dari Makkah. Mereka bertanya, “Apakah kalian hendak pergi menemui Muhammad?” Kami menjawab, “Tidak, kami hanya akan berjalan-jalan ke Madinah.” Lalu mereka membuat perjanjian dengan kami, bahwa kami boleh pergi ke Madinah akan tetapi tidak boleh berperang memihak beliau. Lalu kami mendatangi Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam dan memberitahukan kepada beliau akan peristiwa kami tersebut. Maka beliau bersabda: “Pergilah kalian, dan pegang teguhlah janji kalian dengan mereka, kita akan memohon pertolongan kepada Allah untuk mengalahkan mereka.”
Allahu Akbar! Mereka itu adalah orang-orang kafir yang mengangkat senjata, namun Nabi kita Shallallhu alaihi wa sallam justru memerintahkan Hudzaifah dan ayahnya untuk mematuhi perjanjian dengan mereka, dan kaum muslimin tidak merasa kehilangan atas ketidakhadiran keduanya untuk menolong mereka dalam perang, karena Allah mengimbangi kaum muslimin dengan sesuatu yang lebih baik.
Saya telah menyebutkan di dalam perkataan saya yang berjudul, “Perbedaan Penting Antara Menerapkan Hukum Hudud Dengan ‘Menerapkan’ Syariat”, yaitu tidak diharuskan untuk mencapurkan antar keduanya, karena ijtihad kaum muslimin bisa saja mengarahkan mereka untuk tidak menerapkan hukum hudud dalam situasi ketika imam dan kekuasaan tidak ada, dan pada saat bersamaan mereka telah menerapkan syariat, karena tidaklah mereka membangun sikap mereka itu kecuali di atas dasar syariat dan mengambil dalil dari nash-nashnya.
Sikap seperti ini menunjukkan ketulusan dalam menegakkan syariat.
Jabhah Nushrah tahu bahwa kekuatan barat tidak akan membalas budi, ia juga tahu bahwa pengumuman perang terhadap ‘terorisme’ telah berdampak terhadap Jabhah Nushrah, Jabhah Nushrah juga tahu bahwa ia mungkin saja menjadikan para serdadu itu sebagai pagar betis dari serangan yang akan segera melanda, agar ia dapat menyelamatkan diri, namun pada akhirnya ia melaksanakan perintah rabbnya Azza wa Jalla seperti yang kalian semua saksikan, yaitu mengabaikan perilaku musuhnya.
Pada tahun 2001 Thaliban pernah menyandera para pekerja kemanusian, karena menurut informasi yang didapat, mereka adalah para pekerja badan kemanusiaan yang misinya adalah membuat kaum muslimin Afghan ragu-ragu terhadap agama mereka dengan memanfaatkan kefakiran dan kebutuhan hidup mereka (misionaris). Namun ketika agresi Amerika terhadap Afghanistan dimulai, Thaliban justru melepaskan para pekerja tersebut lalu menempatkan mereka di lokasi yang aman.
Saya masih ingat sekali ketika itu bagaimana media massa propaganda Amerika memberitakan peristiwa ini, contohnya ada judul berita semacam ini: “The Relief Workers Saved” (para pekerja kemanusiaan berhasil diselamatkan”, pemberitaannya menggunakan kalimat pasif seperti ini, dalam keterangan lebih lanjut di dalam berita itu disebutkan bahwa pesawat-pesawat Amerika berhasil membawa mereka.. tidak ada penyebutan bahwa Thaliban melepaskan mereka!
Begitu juga sebagian media massa pada hari ini, ia berusaha untuk menutup-nutupi bagusnya kelakuan Jabhah Nushrah dengan menyebarkan isu-isu yang tidak benar, di antaranya isu-isu itu adalah: sesungguhnya Jabhah Nushrah meminta sejumlah uang sebagai tebusan bagi para serdadu itu! Jabhah Nushrah membebaskan mereka berkat mediasi dengan pihak Qatar! Jabhah Nushrah menuntut untuk menghapus dirinya dari Chapter 7 sebagai ganti atas kebebasan mereka (di sini kami tidak akan mengomentari apakah permintaan ini sesuai syari atau tidak). Semua itu ditolak oleh Jabhah Nushrah.
Ya Allah berkahilah siapa saja yang Engkau cintai dan ridhai, siapa saja yang beramal dengan tujuan untuk meninggikan kalimat-Mu dan membela kaum muslimin yang tertindas.
(aliakram/arrahmah.com)