Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Anggota Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam
(Arrahmah.id) – Tiga hari yang lalu, Bang Ismar Syafruddin selaku Ketua Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam mengabarkan kondisi kesehatan Ustadz Dr Ahmad Zain an Najah menurun. Bahkan, perlu dirujuk ke rumah sakit untuk diambil tindakan operasi.
Saat ini, Operasi telah selesai dilakukan di RS POLRI namun kondisi Dr Ahmad Zain belum pulih. Masih ada keluhan sakit saat buang air kecil, meskipun sudah sadar. Begitu, informasi yang diperoleh dari penyidik densus 88, pada tanggal 7 Maret 2022.
Penulis jadi teringat, saat bertemu sejumlah petinggi densus 88 sebagai utusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang merasa yakin kasus yang dituduhkan kepada Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Dr Zain an Najah dan Ustadz Anung Al Hamat cukup bukti. Bahkan, sebagai jalan tengah karena tak mau melepaskan kasus, mereka berjanji akan segera melimpahkan perkara ke pengadilan.
Namun, sudah nyaris empat bulan ditahan sejak penangkapan tanggal 16 November 2021 yang lalu, kasusnya belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Penulis khawatir, batas waktu penahanan 120 hari sejak ditetapkan tersangka setelah 21 hari dalam masa pengamanan densus dengan status terduga, akan diperpanjang masa penahanan hingga 60 hari lagi. Jika ini yang terjadi, maka lengkap sudah kezaliman yang ditimpakan densus 88 kepada ulama-ulama kita ini.
Dalam kasus Munarman, densus memaksimalkan kewenangan menahan yang sejak penangkapan totalnya 201 hari (nyaris 7 bulan). Menahan dengan batas waktu yang lama, sama saja menzalimi. Padahal, statusnya belum divonis pengadilan.
Pada kasus Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Dr Zain an Najah dan Ustadz Anung Al Hamat, sesuai janji Densus 88, semestinya perkaranya segera disidangkan. Kalaupun tidak, semestinya diberi penangguhan penahanan agar para ustadz ini berada bersama keluarga dan jika sakit dalam asuhan keluarga. Entah, apa manfaat menahan ustadz berlama-lama kalau memang densus merasa yakin dengan bukti-bukti yang dimilikinya.
Penulis sendiri, menilai perkaranya sumir, sangat dipaksakan. Kasusnya bukanlah seperti tuduhan yang disangkakan berdasarkan UU No 5/2018. Tak masuk akal, aktivitas dakwah ditengah-tengah umat, menasehati umat, berinteraksi dengan umat, diklasifikasikan sebagai tindakan terorisme.
Semakin lama menahan apalagi sampai Ustadz Dr Ahmad Zain sakit dan harus dioperasi, justru konfirmasi kasus ini memang lemah buktinya. Sebab jika bukti kuat, sudah semestinya perkara segera dilimpahkan ke pengadilan. Atau, mungkinkah ada motif untuk menzalimi para ustadz ? apalagi, nauzubillah ingin menjadikan seperti Ustadz Maher at Tuwailibi ?
Kami, kita semua, jelas merasa cemas dengan kondisi para ulama kita yang dikriminalisasi ini. Sama dulu, kita merasa cemas karena tidak tahu keberadaan dan kondisi kesehatan para ulama yang ditangkap densus 88.
Kini, tindakan menahan ulama begitu lama, terus terang membuat kita semua umat Islam khawatir. Apalagi, setelah mendengar kabar Dr Ahmad Zain dioperasi.
Semoga saja, tulisan ini dibaca Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Agar segera memerintahkan penyidik densus 88 segera melimpahkan perkara ke pengadilan, atau agar segera dibebaskan saja jika memang tidak cukup kuat bukti. Kita semua, akan lebih mengapresiasi tindakan jujur dengan melepas ulama karena tidak cukup bukti, ketimbang memaksakan proses persidangan padahal buktinya masih sangat prematur untuk dipertanggungjawabkan.
(*/arrahmah.id)