JAKARTA (Arrahmah.com) – Akhirnya keputusan yang dinantikan Badan Nasional Penanggulangan teroris (BNPT) pun telah disepakati. Bukan hanya mempercepat pengesahan RUU Intelejen, peristiwa pengeboman gereja di Solo juga berdampak ‘positif’ bagi anggaran BNPT. Pasalnya DPR telah menyetujui penambahan anggaran untuk menunjang operasi intelejen di Indonesia.
“DPR sepakat menambah anggaran, berkaitan dengan peningkatan profesionalitas alat-alat intelijen,” ujar Wakil Ketua DPR Priyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (30/9/2011).
Terkait pembahasan RUU Intelijen, semua draft pembahasan DPR terima. Priyo mencontohkan, dalam draft disebut bahwa intelijen dapat menyedap hanya dengan memberitahukan pengadilan. Ini diperdebatkan, dan akhirnya redaksional memberitahukan diganti dengan penetapan pengadilan.
Masih dengan memanfaatkan peristiwa bom Solo, Priyo mengatakan bahwa RUU Intelijen sangat penting saat ini. Ia mengklaim bahwa intelijen telah kalah selangkah ketika dihadapkan pada aksi terror, seperti yang baru terjadi lewat aksi bom di GBIS Kepunton, Solo, Minggu lalu.
“Karena itu kita berkepentingan untuk memberikan energi dan ‘peluru’ secukupnya kepada intelijen agar proaktif cegah dini, agar rasa aman masyarakat terjamin. Kita tetap memayungi nilai-nilai demokrasi langkah yang paling pas ini,” imbuhnya.
Menanggapi adanya kemungkinan intelijen dapat dimanipulasi untuk kepentingan politik tertentu, ia menegeran intelejen telah dianggap ‘mampu’ memberi informasi sebelum terjadi peristiwa Bom Solo, namun Polri menanggapi info tersebut dengan ‘sebelah mata’. Tentu disini dicurigai adanya unsur pembiaran untuk mencapai misi tertentu.
Alih-alih mencari tahu dan membahas ‘fakta pembiaran’, Priyo malah mengklaim bahwa yang cukup mengkhawatirkan ancaman dalam negeri berupa ideologi garis keras yang harus ditangkal sejak dini.
Seperti yang diketahui, RUU Intelijen akhirnya selesai dibahas antara pemerintah dengan DPR, dalam hal ini Komisi I yang membidangi masalah hubungan luar negeri dan pertahanan. Pasal penangkapan dan penyadapan yang sedianya diberi kewenangan bagi intelijen, akhirnya hilang.
Anggota Komisi I DPR yang juga Ketua FPDI-P, Tjahjo Kumolo menyatakan, baru saja selesai pengambilan keputusan tingkat pertama untuk RUU Intelijen di Komisi I DPR.
“Cukup membanggakan memang produk ini merupakan hasil kerja keras kita semua sehingga RUU ini sesuai dengan konsep fraksi PDI Perjuangan. Tak ada penangkapan , bahkan penyadapanpun harus mendapat penetapan dari pengadilan ,” ujarnya Jumat (30/9).
Dalam RUU yang akan disahkan melalui sidang Paripurna DPR tersebut, pengawasan yang akan dilakukan terhadap perangkat intelijen, juga akan lebih intens, mengingat adanya pasal pembentukan team pengawas yang dibentuk DPR .
Selain itu ada pasal tentang rehabilitasi, kompensasi dan restitusi bagi mereka yang dirugikan akibat pelaksanaan fungsi intelejen.
“Fraksi kami yakin belum bisa mengakomodir berbagai aspirasi masyarakat yang mungkin alergi terhadap RUU intelejen ini. Ini adalah hasil maksimal walau blm optimal.
Tjahjo mempersilahkan bila ada ada kelompok masyarakat yang belum puas terkait rampungnya RUU Intelijen ini. “Kami memahami dan kalau akan mengajukan yudicial R ke MK misalnya, silahkan,” tambahnya. (dbs/arrahmah.com)