JAKARTA (Arrahmah.com) – Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat belum menyepakati soal mekanisme penyadapan yang dapat dilakukan oleh aparat intelijen. “Kami memang sudah menyepakati memberikan kewenangan, tapi belum menyepakati soal mekanismenya bagaimana,” ujar Ketua Komisi Pertahanan Mahfudz Siddiq saat ditemui Tempo di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2011).
Kewenangan penyadapan oleh intelijen menjadi satu pasal krusial dalam pembahasan RUU Intelijen. Pemerintah meminta Badan Intelijen Negara (BIN) diberikan kewenangan penyadapan tanpa melalui izin pengadilan. Menurut pemerintah, izin pengadilan seringkali terlambat keluar sehingga menghambat proses penggalian informasi intelijen.
Mahfudz mengakui soal ini memancing silang pendapat di dalam komisi. “Tapi sebagian besar dari anggota komisi menginginkan adanya mekanisme yang mengatur penyadapan ini, entah itu melalui pengadilan atau mekanisme lainnya,” tutur anggota dewan dari Fraksi PKS ini. Poin penting yang harus digarisbawahi adalah, “Bagaimana agar penyadapan ini tidak melanggar hak kebebasan warga negara.” Soal ini, komisi akan membahas kembali dalam rapat selanjutnya.
Selain soal penyadapan, pasal krusial lainnya dalam RUU Intelijen adalah soal penangkapan dan pemeriksaan intensif oleh BIN. Menurut Mahfudz, komisi sepakat untuk menolak permintaan pemerintah ini.
Pasal krusial lainnya adalah soal Lembaga Koordinasi Intelijen Negara. DPR sebelumnya berpendapat bahwa pemerintah perlu membentuk lembaga koordinasi intelijen diluar BIN. Selama ini, kewenangan koordinasi dipegang oleh BIN.
DPR awalnya menilai perlu adanya pemisahan kewenangan antara institusi yang menjalankan fungsi operasional dengan institusi yang menjalankan fungsi koordinasi. Pemisahan ini dianggap perlu untuk menghindari penumpukan kewenangan dalam sebuah institusi. Namun, pemerintah mengusulkan BIN tetap sebagai institusi yang melaksanakan wewenang koordinasi.
Mengenai hal ini, Mahfudz mengatakan komisinya sepakat meminta pemerintah membentuk Lembaga Koordinasi Intelijen Negara. “Tapi, soal organisasinya seperti apa, siapa yang memegang kendali, apakah BIN atau bukan, itu terserah pemerintah,” tuturnya. (kt/arrahmah.com)