DENPASAR (Arrahmah.id) – Kepala Kantor DPD RI Bali Putu Rio menerima aspirasi dari sekelompok umat Muslim yang mendatangi kantor mereka di Jalan Tjok Agung Tresna, Denpasar, menuntut pertanggungjawaban Senator Arya Wedakarna atas pernyataannya yang dianggap memecah belah keharmonisan umat.
Dari sekitar 200 umat Muslim Bali yang melakukan aksi unjuk rasa di Kantor DPD RI Bali, Denpasar, Kamis, sebanyak 20 orang perwakilan diajak berdiskusi dan menyampaikan aspirasi.
Setelah itu, Putu Rio akan meneruskan aspirasi masyarakat Muslim ke anggota DPD RI Arya Wedakarna (AWK) dan ke Sekjen DPD RI di Jakarta.
“Pasti disampaikan, ini kan yang dituju beliau, saya akan sampaikan poin-poin dari semeton Muslim ke AWK dan sekjen sebagai atasan saya. Ini pun sudah koordinasi dengan pejabat-pejabat di Jakarta,” kata Rio.
Mengenai rencana kehadiran 200 orang warga dalam aksi ini, sekretariat kantor telah menyampaikan terlebih dahulu ke senator AWK, namun mereka mendapat kabar bahwa Arya Wedakarna berhalangan hadir karena ada kegiatan di SMP 2 Marga, Tabanan.
Rio menegaskan bahwa setiap keputusan yang keluar dari anggota DPD RI bersifat kolegial atau diputuskan melalui sidang paripurna. Namun, ucapan AWK yang dinilai menyinggung pihak tertentu itu bersifat pribadi, bukan atas nama institusi.
Sebelumnya, ramai beredar video senator Arya Wedakarna sedang berbicara dengan nada tinggi saat rapat bersama Kanwil Bea Cukai.
Dalam video itu, Arya meminta agar petugas frontliner sebaiknya merupakan putra dan putri daerah dengan tanpa menggunakan penutup kepala.
Potongan pernyataan tersebut akhirnya viral di berbagai media sosial. Bahkan, Rio menyebut sekretariat DPD RI sudah memperbincangkan hal ini dan segera akan menindaklanjuti.
Sementara itu, Swasto Haskoro, selaku koordinator lapangan dari massa aksi, menyampaikan kehadiran mereka hanya ingin mendapat pertanggungjawaban dari pernyataan AWK yang dinilai mencederai kerukunan antarumat di Bali yang sejak zaman kerajaan telah terbangun.
Dalam diskusi, berulang kali disampaikan bahwa meski beragama Islam, mereka juga merupakan putra putri Bali karena nenek moyang mereka dan kampung halamannya ada di Bali.
“Kami tersakiti, pedih melihat dan mendengar yang disampaikan AWK dan era digital sama sekali tidak bisa dikontrol. Jadi, kami datang sendiri ke kantor ini dengan tertib, tujuannya ingin pertanggungjawaban dari sisi hukum, kalau akhirnya (AWK) harus dicopot, dipecat, barangkali bagus karena sangat mencederai dan memecah belah umat,” ujarnya.
Ada dua pernyataan sikap yang menjadi tuntutan mereka, yakni pertama, ingin agar mengusut tuntas dugaan tindak pidana penistaan agama dan pelanggaran kode etik oleh anggota DPD RI Dapil Bali Arya Wedakarna.
Kedua, mendesak kepolisian untuk menegakkan dan memproses hukum anggota DPD RI Arya Wedakarna.
(ameera/arrahmah.id)