PEKANBARU (Arrahmah.com) – Dosen Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, Mawardi Saleh menegaskan, tidak ada kondisi darurat yang mengharuskan pemakaian vaksin Measles Rubella (MR).
Hal ini sebagaimana pendapat sebagian ulama yang membolehkan penggunaan vaksin mengandung barang haram tersebut.
“Kalau sudah terbukti vaksin itu mengandung babi, haram hukumnya untuk digunakan, kecuali untuk hal yang sifatnya darurat, namun kapan sesuatu disebut darurat itu yang perlu didudukkan dari kaca mata syariah,” jelas Mawardi Saleh, sebagaimana dilansir Tribunnews, Selasa (22/8/2018).
Menurunta, target imunisasi pemerintah dalam membasmi penyakit campak dan Rubella yang harus memberi vaksin mengandung babi itu belum bisa dikategorikan dalam kondisi darurat.
“Saya melihat tidak ada kondisi darurat yang mengharuskan memakai vaksin tersebut, karena masih bisa dengan usaha lain,” ujarnya.
Ia menjelaskan, seorang muslim yang tersesat di hutan dan tidak ada makanan lain lagi kecuali makanan haram (babi), jika tidak dimakan maka akan terancam mati, maka itu boleh dikategorikan kondisi darurat.
“Kemudian begitu juga orang sakit yang kondisinya sudah darurat dan harus diberi obat yang mengandung bahan haram, jika tidak diberi obat tersebut maka kondisinya makin parah, maka kondisi tersebut juga bisa masuk dalam kondisi darurat,” paparnya.
Sebagaimana diketahui, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan vaksin campak dan rubella atau MR yang digunakan untuk program imunisasi massal mengandung babi dan human deploit cell, namun penggunaannya masih dibolehkan, sampai ditemukan vaksin lain yang halal.
Dalam keterangan pada Senin (21/08) malam, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hasanuddin, sekarang ini ada kondisi keterpaksaan, belum ada vaksin lain yang halal dan suci, serta ada bahaya jika tak melakukan imunisasi dengan MR.
“Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi, namun penggunaan vaksin tersebut dibolehkan (mubah),” kata Hasanuddin dalam keterangan tertulis,
(ameera/arrahmah.com)