GAZA (Arrahmah.id) – Penghancuran besar-besaran terhadap bangunan tempat tinggal, layanan vital dan infrastruktur di Gaza digambarkan
sebagai bentuk ‘domicida’ – “pelanggaran sistematis atau meluas terhadap hak atas perumahan yang layak”.
Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh para ahli PBB enam bulan setelah genosida ‘Israel’ di Jalur Gaza, “lebih banyak perumahan dan infrastruktur sipil kini telah hancur di Gaza secara persentase, dibandingkan dengan konflik apa pun yang pernah terjadi”.
“Rumah-rumah hilang, dan dengan itu, kenangan, harapan dan aspirasi warga Palestina serta kemampuan mereka untuk mewujudkan hak-hak lainnya juga hilang,” lanjut pernyataan itu.
Dalam beberapa pekan terakhir, ‘Israel’ terus-menerus menargetkan wilayah tengah Gaza. Pasukan pendudukan ‘Israel’ mengebom tujuh Tower di wilayah utara Nuseirat, termasuk enam Tower milik Perusahaan Al-Salhi.
Setiap Tower berisi 35 apartemen tempat tinggal, yang hancur total akibat pendudukan, menyebabkan 210 keluarga kehilangan tempat tinggal.
The Palestine Chronicle berbicara dengan tiga warga Palestina yang dulu tinggal di Al-Salhi Tower, dan yang rumahnya dihancurkan oleh ‘Israel’ dalam serangan yang sedang berlangsung.
Kami Kehilangan Segalanya
“Ketika rumah saya dibom oleh pendudukan, istri dan keponakan saya menjadi syuhada, dan rumah kami hancur total,” kata Haitham al-Salhi kepada The Palestine Chronicle.
“Saya dulu tinggal di rumah itu bersama ayah, istri, dan adik laki-laki saya. Kami semua mengalami luka-luka dan masih mendapat perawatan hingga saat ini,” lanjutnya.
Ketika rumah al-Salhi dibom, ia pindah bersama anggota keluarganya yang lain ke apartemen milik ayahnya, yang terletak di Al-Salhi Tower, sebelah utara kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza tengah.
“Kami menghabiskan lebih dari empat bulan di sana, namun ketika pasukan pendudukan menyerbu Nuseirat, beberapa hari yang lalu, kami terpaksa meninggalkan tower dan melarikan diri ke selatan,” jelas al-Sahli.
“Setelah kami berangkat, pasukan pendudukan mengebom tower tersebut. Kami sekarang kehilangan rumah saya dan rumah ayah saya, lalu kami kehilangan apartemen ayah saya dan apartemen kakak laki-laki saya,” kata al-Sahli.
“Istri dan keponakan saya menjadi syuhada, dan sekarang kami menjadi tunawisma. Kami telah kehilangan segalanya, dan tidak ada tempat bagi kami untuk tinggal kecuali di tenda.”
Kebahagiaan yang Terenggut
“Setelah bertahun-tahun bekerja, saya berhasil mengambil hipotek dan membeli apartemen untuk keluarga saya di Al-Salhi Tower di utara Nuseirat,” kata Hossam Sharawi kepada The Palestine Chronicle.
“Saya sangat bahagia, merasa bisa menyediakan rumah permanen untuk keluarga saya.”
Namun kebahagiaan Sharawi terganggu oleh pengeboman ‘Israel’ di Nuseirat.
“Pendudukan mengebom sebagian besar tower tempat tinggal milik Perusahaan Kontraktor Al-Salhi, termasuk tower tempat apartemen saya berada,” katanya dengan suara patah-patah.
“Menara itu hancur total, begitu pula rumah saya. Bangunan itu menampung para dokter, guru, insinyur, dan pekerja. Tidak ada alasan bagi pendudukan untuk menghancurkan menara tersebut. Mereka merampas rumah kami dan rasa aman yang mereka berikan kepada kami.”
Kami Tidak Akan Pernah Pergi
Mohammad al-Hawajri juga tinggal di Al-Salhi. Ia sangat bahagia ketika berhasil membeli apartemen untuk keluarganya. Namun semua kenangan indah mereka terhapus ketika ‘Israel’ memutuskan untuk merobohkan bangunan tersebut hingga rata dengan tanah.
“Setiap pagi, saya mengadakan ritual. Saya menyesap kopi sambil memandangi laut dari jendela,” kata al-Hawajri kepada saya.
“Kami telah tinggal di rumah itu selama 12 tahun, dan sekarang saya harus mencari perlindungan untuk keluarga saya dan mencari rumah baru dimana kami dapat melanjutkan hidup kami”.
Al-Hawajri menjelaskan kepada The Palestine Chronicle bagaimana tower tempat tinggal mereka telah menjadi ciri paling menonjol di bagian utara kamp.
“Penjajah telah menghancurkan tower, masjid, sekolah, jalan-jalan. Ini telah mengubah semua landmark di wilayah utara kamp Nuseirat dan menggambar ulang seluruh petanya,” katanya.
Menurut al-Hawajri, pengeboman infrastruktur sipil dilakukan dengan sengaja.
“Pendudukan bertujuan dengan sengaja menimbulkan penderitaan bagi sebagian besar keluarga Palestina, karena mereka ingin menggusur kami dan memaksa kami keluar dari Gaza,” jelasnya.
Namun Al-Hawajri memiliki pesan kekuatan dan ketangguhan yang ingin disampaikan: “Kami akan mendirikan tenda di atas rumah kami yang hancur, dan pendudukan tidak akan berhasil menggusur kami bahkan jika kami terpaksa tidur di jalanan.” (zarahamala/arrahmah.id)