TEL AVIV (Arrahmah.id) — Sejumlah dokumen rahasia Kementerian Luar Negeri Israel yang baru-baru ini dibuka untuk publik mengungkap hubungan erat militer Israel dengan Burma yang kini bernama Myanmar. Hubungan itu menyingkap peran militer Israel dalam pembantaian brutal terhadap etnis muslim Rohingya.
Dilansir Haaretz (8/10/2022), dokumen berjumlah 25.000 halaman itu merinci bagaimana rezim Israel mempersenjatai dan melatih angkatan bersenjata Burma, dari sejak 1950-an hingga awal 1980-an.
Sejak berakhirnya kekuasaan Inggris di Myanmar pada 1948, sejumlah wilayah di Burma dilanda perang saudara tanpa henti.
Meski otoritas Israel mengetahui situasi di Myanmar, mereka memandang perang saudara itu sebagai “kesempatan emas” untuk meningkatkan penjualan senjata ke Burma.
Dilansir Middle East Monitor akhir pekan lalu, sebuah pesan kabel yang dikirimkan kepada Perdana Menteri David Ben-Gurion, dari Kementerian Luar Negeri pada September 1952 menyatakan perang saudara di Birma sudah menewaskan 30.000 jiwa dan “55 persen dari anggaran negara digunakan untuk tujuan pertahanan.”
“Bagi rezim Israel tidak penting bantuan persenjataan itu dipakai bukan untuk melawan musuh dari luar tapi untuk menghadapi perang melawan rakyatnya sendiri,” kata laporan itu. Kala itu memang tidak ada perwakilan Israel yang menyuarakan pernyataan keberatan atas penjualan senjata ke Myanmar.
Pada Maret 1954, Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Walter Eytan menulis kepada Panglima Militer Israel Moshe Dayan: “Burma adalah teman Israel paling setia di Asia dan hubungan antara militer Israel dengan angkatan bersenjata Birma bisa menjadi sangat penting, setidaknya secara diplomatik.”
Dia juga menambahkan: “Saya yakin dengan itu, karena menilai hubungan antara Israel dan Burma saat ini, bahkan Israel tampaknya tidak kuasa untuk menolak permintaan militer Burma.”
Kesepakatan antar kedua rezim itu meliputi 30 jet tempur, ratusan ribu amunisi, 1.500 bom napalm, 30.000 senapan, ribuan mortir dan peralatan militer lainnya, dari mulai tenda barak sampai perlengkapan terjun payung.
Selain itu puluhan tenaga ahli Israel juga dikirimkan ke Burma untuk menjalani misi pelatihan dan sejumlah pejabat militer Burma datang ke Israel untuk mendapat arahan di markas tentara Israel. Dalam kerja sama itu, Israel juga membangun perusahaan perkapalan, pertanian, wisata, dan konstruksi di Burma.
Pihak Burma pun terinspirasi dengan aksi Israel mencaplok wilayah dan mereka membangun markas militer di kawasan yang dihuni etnis minoritas.
“Kami tertarik untuk membangun kerja sama antara Mossad kami dan Mossadnya Burma,” kata Kalman Anner, direktur Desk Asia pada Januari 1982 setelah rezim Israel menganggap pembersihan etnis Rohingya di Birma sebagai sebuah peluang.
Menurut data dari Ontario International Development Agency, sejak 25 Agustus 2017, 24.000 muslim Rohingya dibunuh oleh aparat keamanan Myanmar, lebih dari 34.000 lainnya dibakar, 114.000 dianiaya, 18.000 gadis dan perempuan diperkosa serta 115.00 rumah dibakar. (hanoum/arrahmah.id)