Homs, Ahad (9/6/2013), Dr. Qasim Al Zein, direktur Rumah Sakit darurat di kota Al Qusayr, menceritakan beberapa peristiwa mengerikan yang terjadi beberapa hari belakangan akibat tangan-tangan para pembunuh dari rezim Assad dan teroris “Hizbullah,” melalui Koordinasi para Dokter di Homs.
Berikut dr. Qasim mengisahkan:
Penderitaan terburuk kami dimulai pada 19 Mei 2013, ketika para tentara rezim dan “Hizbullah” melancarkan serangan-serangan mereka paling biadab sampai saat ini dan mengintensifkan blokade yang telah melemah dalam beberapa tingkatan.
Rezim menggunakan semua pasukan darat dan udaranya, bom cluster, bom thermobaric (bom non-nuklir terkuat di dunia buatan Rusia), senjata kimia, tank, mortar dan rudal, dan lain-lain.
Setiap hari ada puluhan warga syahid, lumpuh atau luka-luka, sekitar 1.300 orang menderita luka parah dan 300 rumah dan bangunan lainnya hancur.
Beban penderitaan rakyat sangat besar, dengan rumor setiap hari tentang pembantaian yang akan terjadi dan rezim menggunakan perang psikologis juga perang fisik. Kelelahan dan kerugian yang terus menerus terasa melelahkan. Setiap hari pembunuhan yang dilakukan oleh rezim dan “Hizbullah”, kehancuran, dan pengungsian jumlahny meningkat. Dunia membuang muka (tidak peduli).
Mundur dari Qusayr adalah tragis dan memilukan, tetapi penting untuk menghindari pertumpahan darah. Evakuasi para warga sipil dan warga sipil yang terluka dimulai dengan kematian dan kesakitan. Pada Selasa (4/6/2013), kami pergi ke Buwayda, tetapi para teroris “Hizbullah” dan pasukan rezim tiba untuk “membersihkan” desa, membunuh, menjarah dan mencuri.
Pada Rabu (5/6) malam, “hari Nakba” di Qusayr dimulai ketika kami berangkat menuju keselamatan, selamat dari kematian, membawa ratusan korban luka di bahu-bahu kami, dengan kaki di bawah kegelapan, shalat dan berjalan diam-diam selama lebih dari enam jam, dengan peluru dan rudal ditembaki ke arah kami lebih dari sekali.
Kami berusaha untuk menyeberang ke Al Fatha, tetapi dilihat dan ditembak oleh pengintai dan kami akhirnya tidur di sebuah area terbuka di atas tanah dengan cuaca sangat panas di musim panas. Baru saja matahari terbit di hari berikutnya, kami diserang dengan tank-tank, artileri dan semua bentuk senjata ketika kami sedang tertidur. Kami, lebih dari 15.000 orang, dengan para korban luka, warga sipil wanita, anak-anak, para orang tua dan juga para pejuang yang merupakan para jawara kami yang membela kami. Pertempuran berlangsung sepanjang hari, dengan delapan orang tewas dalam pertempuran dan tujuh orang yang sebelumnya telah terluka meninggal dunia akibat luka mereka karena kekurangan pasokan medis.
Dengan pertempuran itu, perjalanan kami dimulai kembali untuk mencari makanan dan minuman, tetapi tidak berhasil, orang-orang yang kelaparan dan kehausan meningkat karena kami berjalan kaki. Kami tidak punya makanan, tidak punya air, bahkan nyaris tidak ada udara (karena asap yang diakibatkan hujan peluru dan bom, red). Apa yang kami temukan untuk makan adalah dedaunan dan kentang mentah.
Hari berikutnya, hari kedua, adegan serangan terulang dari beberapa arah, seiring dengan pertempuran yang terjadi karena para pahlawan kami (Mujahidin) berjuang untuk melindungi kami. Tujuh belas orang di antara kami syahid, kebanyakan bukan karena tingkat keparahan luka mereka tetapi karena kekurangan pasokan medis apapun. Kami bahkan tidak mampu untuk mengabulkan permintaan sekarat seorang anak, yang hanya ingin meminum air. Kami bahkan tidak memiliknya untuk kami berikan padanya. Serangan-serangan oleh pasukan rezim dan “Hizbullah” terus berlanjut, yang mengakibatkan banyak orang lainnya luka-luka.
Pada malam harinya kami memulai lagi “perjalanan kematian” kami, dengan berjalan kaki dalam keadaan terluka membantu membawa mereka yang tidak mampu berjalan. Mereka berada di depan rombongan. Tepat sebelum kami sampai di Al Fatha, pasukan rezim dan tentara bayaran “Hizbullah” menyerang kami dengan tank-tank, artileri dan tembakan senjata api. Kami tidak tahu berapa banyak yang terbunuh, orang-orang menyebar di semua arah karena para penyerang gagal untuk membedakan antara pria, wanita, anak-anak, orang-orang tua, banyak dari mereka yang membawa korban luka terbunuh bersama yang mereka bawa. Ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Orang-orang berteriak dan yang lainnya meneriakkan “Kematian di hadapan penghinaan,” dengan keyakinan bahwa pilihan kami satu-satunya adalah antara mati kelaparan dan kehausan atau akibat pemboman oleh tank-tank dan pesawat tempur.
Yang tersisa untuk membela kami adalah dengan sedikit senjata ringan, tetapi para pahlawan kami berhil, bersenjatakan dengan rahmat Allah dan keberanian yang murni, dalam menghancurkan tank rezim dan pos pemeriksaan di Al Fatha. Namun setelah ini, pasukan rezim datang dengan tank-tank yang baru, mencegah 150 orang yang terluka dan mereka yang mendampingi mereka (para korban luka) dari melanjutkan perjalanan atau mendapatkan makanan atau minuman, dan menahan mereka hingga saat ini. Di antara mereka yang terbunuh pada hari itu adalah Ummu Ammar dan puterinya, bersama banyak orang lainnya yang mengalami luka-luka.
Kami telah menghimbau kepada seluruh organisasi kemanusiaan, tetapi tidak berhasil.
Hasbunallah wa ni’mal wakiil (Cukuplah Allah saja menjadi Penolong kami)
(siraaj/arrahmah.com)