Oleh Ine Wulansari
Pendidik Generasi
Gedung Fakultas Kedokteran (FK) Kampus A Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dibanjiri dengan karangan bunga sebagai bentuk dukungan terhadap dr Budi Santoso. Sebelumnya, Budi dicopot dari jabatannya sebagai Dekan FK Unair. Pemecatan terjadi tak lama setelah ia menyuarakan sikap penolakannya terhadap rencana pemerintah yang hendak mendatangkan dokter asing ke Indonesia.
Setidaknya ada 30 lebih rangkaian bunga yang terpasang di Gedung FK Unair. Seluruhnya bernada dukungan untuk Budi. “Dengan hati penuh duka, kami mengenang perjuangan dan dedikasi, serta senantiasa mendukung Prof BUS. Semoga keadilan segera ditegakkan. Hormat kami 08”. Tulisan di salah satu karangan bunga yang terpajang. Sementara itu, suasana di FK Unair sangat ramai, mahasiswa, seluruh pengajar, dan alumni bersiap melakukan aksi solidaritas untuk Budi. (cnnindonesia, 4 Juli 2024)
Sementara, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan tujuan dokter-dokter asing didatangkan ke Indonesia bukan untuk menyaingi dokter lokal. Menurutnya, Indonesia masih kekurangan tenaga medis dan yang paling banyak kosong adalah dokter gigi. Selain itu, kurangnya distribusi tenaga kesehatan mencapai 65 persen seperti di Puskesmas di Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK) yang mengalami kekosongan.
Dengan mendatangkan dokter asing, merupakan salah satu upaya yang dapat mengakselerasi transfer ilmu bedah toraks kardiovaskular bagi dokter dalam negeri. Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa misi utama mendatangkan dokter dari luar negeri adalah untuk menyelamatkan 12 ribu nyawa bayi per tahun yang berisiko meninggal akibat kelainan jantung bawaan. (antaranews.com, 3 Juli 2024)
Liberalisasi Kesehatan Penyebab Mahalnya Biaya Berobat
Wacana mendatangkan dokter asing yang dinilai oleh pemerintah sebagai upaya menyelamatkan nyawa manusia dan menanggulangi kekurangan dokter lokal terutama pada pasien jantung, justru menimbulkan polemik. Sebab hal tersebut dapat mendatangkan banyak kerugian yang dialami masyarakat maupun petugas kesehatan (dokter). Salah satu kerugian yang akan dialami masyarakat, yakni terkait biaya pengobatan yang dapat dipastikan akan memakan biaya yang tidak sedikit. Bagi masyarakat menengah ke atas, mungkin saja mengeluarkan uang lebih untuk berobat bisa dilakukan. Bagaimana dengan nasib mereka yang kesulitan secara ekonomi? Jangankan untuk berobat, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja kesulitan.
Begitu juga dengan dokter atau tenaga medis. Secara otomatis kerugian pun akan didapatkannya, seperti anggapan negatif bahwa dokter lokal kualitasnya rendah dan berpotensi menebalkan stigma buruk kepada profesi dokter. Jika yang menjadi persoalannya adalah kurangnya dokter lokal seperti yang disampaikan Menteri Kesehatan, seharusnya negara fokus pada penyelesaiannya, bukan malah dengan mendatangkan dokter dari luar negeri. Pemerintah juga bisa membantu para tenaga medis meningkatkan kualitasnya dengan menyediakan pendidikan yang mumpuni, fasilitas memadai, dan menyiapkan dokter-dokter yang siap ditempatkan di mana saja. Sehingga, tidak perlu menghadirkan dokter asing.
Pada saat yang sama, pendidikan dokter adalah proses pendidikan yang lama, sulit, dan mahal. Secara umum sekolah kedokteran merupakan jurusan papan atas yang tentu saja memiliki UKT termahal. Bahkan uang pangkalnya saja lebih besar dibandingkan jurusan lain. Belum lagi tambahan biaya program profesi serta pendidikan dokter spesialis dan subspesialis. Maka tak heran, hanya kalangan atas saja yang mampu menempuh pendidikan kedokteran. Akibatnya, hal tersebut justru menghambat untuk menghasilkan dokter dalam waktu cepat dengan kualitas yang memadai.
Menelisik fakta tersebut, jelas tampak bahwa adanya kapitalisasi di sektor kesehatan dan pendidikan. Sangat klise jika alasan mendatangkan dokter asing sekadar memenuhi kurangnya dokter di Indonesia. Sebab, sektor kesehatan saat ini begitu jelas menjadi lahan meraih profit. Hal tersebut diaruskan secara internasional sebagai konsekuensi Indonesia menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) juga tergabung sebagai anggota General Agreement on Trade in Services (GATS), yang bertujuan memperluas tingkatan liberalisasi pada dua belas sektor jasa di antaranya, yaitu sektor kesehatan dan pendidikan.
Dengan demikian, adanya kapitalisasi kesehatan menyebabkan tata kelola dan pelayanan kesehatan menjadi ladang bisnis dari negara kepada rakyatnya. Sehingga membuat kualitas layanan medis menjadi bahan persaingan. Maka tak heran, perekrutan dokter asing pun dianggap penting untuk mencari keuntungan dan secara otomatis biaya kesehatan semakin mahal.
Inilah sebab diterapkannya sistem kapitalisme liberalisme di seluruh aspek kehidupan. Semua hal yang dilakukan negara sekadar mencari cuan atas nama peningkatan kualitas kesehatan bagi rakyat. Padahal sangat tampak posisi negara sebagai regulator alias kepanjangan tangan pengusaha saja. Sedangkan rakyat dianggap sebagai pembeli atau objek bisnisnya.
Kesehatan dalam Islam Tanggung Jawab Negara
Kesehatan adalah keadaan baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial ekonomis. Islam memandang kesehatan merupakan hak setiap individu masyarakat yang wajib dipenuhi seluruhnya oleh negara. Sehingga mekanisme pengelolaannya juga sebagaimana fasilitas umum. Secara syar’iy, fasilitas umum adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai kepentingan manusia yang jika tidak terpenuhi akan menimbulkan keguncangan.
Oleh karena itu, di dalam pengelolaan kesehatan tidak boleh ada pandangan bisnis. Kesehatan bukan semata faktor kemanusiaan, melainkan sektor publik yang haram untuk dikapitalisasi maupun liberalisasi. Penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan adalah tanggung jawab negara dengan menyediakan fasilitasnya secara lengkap mulai dari tenaga kesehatan yang mumpuni, rumah sakit yang lengkap dan berkualitas, dan klinik-klinik yang keberadaannya terjangkau oleh masyarakat. Semuanya itu diberikan oleh negara dengan biaya yang terjangkau bahkan gratis bagi seluruh masyarakat.
Pembiayaan kesehatan akan diambil dari kas negara yang sumber pendapatannya berasal dari pos fai dan kharaj sebagian harta kepemilikan negara, yakni berupa ghanimah, khumus, jizyah, dan dharibah (pajak). Khusus untuk pajak, hanya diambil dari harta rakyat pada saat kas negara kosong dan dikenakan hanya pada orang kaya laki-laki saja. Selanjutnya pos kepemilikan umum dari hasil tambang, hutan atau laut.
Islam tidak melarang merekrut dokter asing dengan syarat negara yang memegang kendali penuh untuk mengatur urusan perekrutan. Bukan untuk lahan bisnis melainkan sepenuhnya untuk membantu dan melayani rakyat. Sebab posisi negara dalam kacamata Islam sebagai pengayom yang bertanggung jawab bagi rakyat. Sebagaimana sabda Nabi saw: “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. muslim dan Ahmad). Seperti ketika Rasulullah mendapatkan hadiah dari Mauqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter tersebut sebagai dokter umum bagi seluruh warga.
Demikianlah gambaran kesehatan dalam Islam, tidak akan ada yang dirugikan baik masyarakat maupun dokter. Semua mendapatkan hak dan pengayoman yang sama dari negara sebagai penyelenggara di semua sektor kehidupan.
Wallahua’alam bish shawab.