JAKARTA (Arrahmah.com) – Pemerintah Jokowi – JK akhirnya menaikkan harga BBM yang banyak digunakan oleh rakyat. Bensin/premium dari harga Rp.6500/liter menjadi Rp 8.500/liter. Sementara solar dari harga Rp. 5500/liter menjadi Rp.7500/liter.
Alasan utama yang dikemukakan pemerintah adalah untuk mengurangi beban subsidi yang dikatakan sudah sangat besar. Dalam APBN-P 2014, memang disebutkan bahwa program pengendalian subsidi telah ditetapkan sebesar Rp 403 triliun, terdiri dari atas subsidi energi Rp 350,3 triliun, yaitu subsidi BBM Rp 246,5 triliun dan subsidi listrik Rp 103,8 triliun, serta subsidi non energi Rp 52,7 triliun. Pemerintah menilai angka subsidi itu harus dikurangi mengingat besarnya subsidi itu telah mengurangi kemampuan pembiayaan kebutuhan lain yang dianggap lebih penting, misalnya anggaran untuk infrastruktur 2014 yang hanya sekitar Rp 200 triliun, atau untuk sektor kesehatan yang hanya sekitar Rp 70 triliun.
Benar bahwa secara nominal subsidi BBM naik pesat dari hanya sebesar Rp 90 triliun tahun 2005, menjadi Rp 246 triliun pada tahun 2014. Bahkan bila memasukkan energi listrik, yang di dalamnya juga ada subsidi untuk BBM, total akan mencapai Rp 350,3 triliun. Meski secara nominal subsidi terus meningkat, tapi secara prosentase, porsi subsidi BBM terhadap APBN hampir tetap.
Menurut pemerintah, dengan menaikan BBM menjadi Rp 8.500/liter akan dihemat APBN sebesar Rp 100 trilyun. Pertanyaannya, apakah sedemikian gentingnya kondisi APBN kita sehingga subsidi harus segera dikurangi mengingat selama ini APBN tidak pernah terserap semua. Tahun 2013 saja ada sisa lebih dariRp 20 trilyun. Jadi, dari sisa anggaran tahun 2013 itu, tambahan subsidi BBM bisa ditutupi sebagiannya.
Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto dalam rilisnya Rabu (5/11/2014) menyebut kebijakan kenaikan harga BBM adalah kebijakan dzalim, yang pasti akan menyengsarakan rakyat sementara hasil penghematan tidaklah sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh seluruh rakyat.
Menurutnya hasil Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS 2010) menunjukkan bahwa pengguna BBM 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. Dan dari total jumlah kendaraan di Indonesia yang mencapai 53,4 juta (2010), sebanyak 82% diantaranya merupakan kendaraan roda dua yang nota bene kebanyakan dimiliki oleh kelas menengah bawah. Ini menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM akan menyengsarakan rakyat.
Sementara Sindonews Senin (17/11/2014) mewartakan, sejumlah organisasi kepemudaan menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp2.000 per liter. Pasalnya, kenaikan harga BBM dirasa menambah penderitaan rakyat.
“Kami menolak kenaikan harga BBM. Karena akan mengakibatkan penderitaaan rakyat,” kata Ketua Umum Pengurus Nasional (PN) Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (GMII) Mercyano Niko Kapisan kepada Sindonews, Senin (17/11/2014).
Kemudian, Niko menambahkan, dalam menaikan harga BBM ini, pemerintahan yang baru seumur jagung tidak paham dengan kondisi rakyat.
“Ini menjadi bukti bahwa Kabinet Kerja hanya bekerja kepada tuan pemodal, bukan untuk rakyat dan bukti Jokowi-JK tidak berpihak kepada rakyat,” tegasnya.
Maka itu, Niko meminta, agar masyarakat mulai mengevaluasi kepemimpinan Jokowi-JK. Apakah kenaikan harga BBM bersubsidi ini untuk kepentingan rakyat atau pemodal.
“Saatnya rakyat evaluasi Jokowi-JK agar kabinet ini peka terhadap rakyat. Kalau tidak, maka rakyat akan mencabut mandat Jokowi-JK,” katanya.
Doa Rasulullah
Rasulullah saw. secara khusus mendoakan pemimpin yang membuat susah umat Islam. Dari Aisyah Rhadhiyallahu anha,beliau berkata: Rasulullah Shallalahu alihi wa sallam bersabda:
« اللَّهُمَّ مَن ْوَلِيَ مِنْ أَمْرِأُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِن أَمْرِأُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِم ْفَارْفُقْ بِهِ »
Ya Allah, barangsiapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu dia memberatkan/menyusahkan mereka, maka beratkan/susahkan dia; dan barangsiapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu dia memperlakukan mereka dengan baik, maka perlakukanlah dia dengan baik.(HR Ahmad dan Muslim)
(azm/arrahmah.com)