ISTANBUL (Arrahmah.com) – Sekitar 800 peserta yang terdiri dari jurnalis, pimpinan redaksi media massa dan pegiat media global dari sekitar 50 negara berkumpul di Istanbul, Turki pada 17-18 November 2018, untuk mengikuti Forum Internasional Media Palestina.
Kegiatan ini digelar untuk menumbuhkan dan menambah kesadaran komunitas internasional dengan tujuan meningkatkan opini perjuangan dan kemerdekaan bangsa Palestina.
Dalam kesempatan ini, Jurnalis Islam Bersatu (JITU) mendapat kesempatan sebagai asosisasi jurnalis di Indonesia untuk menyampaikan pandangan dan kontribusinya.
JITU, yang diwakili Ketua Umumnya, Pizaro Gozali, menekankan pentingnya peran negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), khususnya Indonesia, dan medianya, dalam memperjuangkan, membentuk dan mengawal opini pemberitaan soal Palestina.
Dalam makalah sebanyak 8 halaman berjudul “Make Palestine Closer to Southeast Asia”, Pizaro menyebut Indonesia adalah salah satu negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia dengan tipologi yang unik.
Jumlah penduduk Indonesia sampai hari ini sebesar 265 juta jiwa. Jumlah yang bukan tidak mungkin menyalip populasi penduduk dunia Arab yang berjumlah 325 juta jiwa dari 24 negara yang bergabung dalam Liga Arab. Terlebih, semangat keislaman masyarakat Indonesia sedang tumbuh.
“Dengan jumlah ini, Indonesia sangat potensial sebagai negara di Asia Pasifik,” tulis Pizaro yang pandangannya mendapat apresiasi dari para jurnalis asal Palestina.
Per 2019, Indonesia juga menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB sebagai perwakilan dari negara Asia. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berjanji menjadikan isu Palestina sebagai prioritas.
“Kebijakan itu tentunya sulit didukung tanpa dukungan besar media. Media adalah partner sekaligus alat kontrol untuk mencapai tujuan,” urai Pizaro.
Saat ini JITU telah mengembangkan pola jaringan untuk menumbuhkan kesadaran atas perjuangan bangsa Palestina.
“Kami bekerja sama dengan para aktivis media Palestina langsung di lokasi kejadian untuk mengabarkan langsung aksi demonstrasi ‘Great Return March’ di Jalur Gaza,” ungkapnya.
JITU sendiri sedang menginisiasi “sindikasi berita” yang bernama INA News Agency (INA). Berita-berita yang masuk dari Palestina disebarluaskan kembali melalui INA yang kemudian diserap media-media seperti tabloid, radio, TV berbayar dan media online.
“Walau belum menjadi media besar, kami pernah mengumpulkan dalam satu peristiwa, liputan (pemberitaan) INA, dan dibaca lebih dua juta orang,” tulis Pizaro.
Karena itu, dia memandang, forum di Istanbul ini penting untuk membentuk sebuah jaringan informasi dari Palestina yang akan disebar ke dunia atau setidaknya di Wilayah Asia Tenggara.
Penting juga, lanjut Pizaro, jaringan media wilayah Asia Tenggara (khususnya Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura) membentuk jaringan dan Desk Palestina. Paling tidak dalam Bahasa Inggris dan Melayu yang lebih luas.
“Langkah-langkah ini patut diapresiasi untuk semakin mendekatkan isu-isu perjuangan bangsa Palestina kepada masyarakat Asia Pasifik,” kata dia.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana media bisa menyesuaikan dengan perkembangan era milenial. Salah satu karakter media di era ini adalah penguatan dalam konten-konten visual.
Sebuah survei menyebutkan bahwa gambar atau visual lebih mudah menarik engagement (keikutsertaan) netizen atau pengguna media sosial yang menjadi target audiens.
Statistik yang paling signifikan adalah bahwa satu dari dua pengguna media sosial akan me-repost konten dengan foto atau video yang mereka temukan di dunia maya.
Para jurnalis juga harus terus didorong untuk dapat melakukan penelitian dan peliputan langsung ke wilayah Palestina.
‘’Semoga kita segera melihat bebasnya Palestina dan umat Islam bisa sujud di Masjidil Aqsha,” tutup Pizaro.
Sementara Wapemred Republika Nur Hasan Murtiaji yang juga diundang dalam forum media dunia itu mengungkapkan besarnya dukungan bangsa Indonesia untuk Palestina.
Hal itu, kata Nur Hasan, setidaknya terlihat dari pemberitaan media-media di Indonesia ketika ada kejadian di Palestina, baik di Tepi Barat maupun di Gaza.
“Itu akan jadi pemberitaan yang mendapatkan porsi besar di media-media Indonesia,” kata dia.
Nur Hasan mencontohkan ketika Presiden AS Donald Trump ingin memindahkan Kedutaan Besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem (Baitul Maqdis), Republika memberikan porsi pada halaman satu selama enam hari berturut-turut.
Bahkan, Republika memuatnya pada halaman satu dengan cover khusus berjudul “Kami Bersama Palestina”.
Konten cover itu, kata dia, kemudian viral dan orang-orang menggunakannya untuk menunjukkan kepedulian pada Palestina, dari mulai gubernur, menteri, artis, hingga atlet.
“Akhirnya itu menjadi gerakan untuk melakukan aksi di Monas yang jumlahnya ribuan,” terang Nur Hasan.
Berdasarkan contoh ini, Nur Hasan mengatakan jurnalis dapat menjadi agen-agen pendukung perjuangan Palestina. (INA)
(ameera/arrahmah.com)