ANKARA (Arrahmah.com) — Pemerintah Turki telah menangkap 30 orang yang menyebarkan desas-desus seputar kematian Presiden Recep Tayyip Erdogan. Penyelidikan dimulai pada Rabu (3/11/2021).
Mereka yang diselidiki adalah pengguna Twitter yang mengunggah, dengan menggunakan tagar “olmus”, yang berarti sudah mati.
Melansir dari Euro News (4/11), menurut keterangan pihak berwenang, mereka yang menyebarkan berita ini telah membagikan konten disinformasi dan manipulatif secara daring. Mereka juga diselidiki karena menyebarkan konten yang dianggap menghina presiden.
Secara terpisah, pengacara Erdogan juga mengajukan keluhan ke kantor kepala kejaksaan di Ankara.
Ada peningkatan spekulasi tentang kesehatan Erdogan dalam beberapa hari terakhir, setelah dia baru-baru ini digambarkan mengalami kesulitan berjalan ketika menghadiri KTT G20 di Roma.
Setelah KTT G20, Erdogan diperkirakan akan hadir dalam konferensi iklim PBB COP26 di Glasgow pada hari Senin, tapi dia membatalkan kehadirannya dengan alasan keamanan.
Erdogan juga dikabarkan tampak tidak sehat ketika menyampaikan sebuah pidato pada bulan Juli tahun ini, suaranya terkadang terdengar tidak jelas.
Informasi mengenai kesehatan Erdogan telah menjadi spekulasi sejak 2011, setelah melakukan operasi pada ususnya. Di sering dilaporkan menderita kanker, tapi hal itu selalu dibantah presiden.
Untuk meredam rumor mengenai kesehatan Erdogan, seperti dilansir BBC, para sekutu presiden dan buzzernya berulang kali menunjukkan penampilan Erdogan yang terlihat baik-baik saja.
Salah satu anggota partai AKP, Ahmet Hamdi, melalui Twitter menyampaikan Erdogan yang datang dari Istanbul ke Ankara tiba dalam keadaan sehat. Dia juga mengatakan, mereka yang menganggu Erdogan akan merasakan dampaknya.
Direktur komunikasi Erdogan, Fahrettin Altun, juga berusaha meredam rumor. Melalui Twitter, dia mengunggah video singkat yang menunjukkan presiden berjalan setelah turun dari mobil dinasnya. Dalam unggahannya dia menulis, “percaya pada teman, takut pada musuh.”
Partai AKP pada Kamis (4/11) juga menggugah foto yang menujukkan Erdogan sedang berbicara kepada wartawan, setelah menerima duta besar dari beberapa negara.
Melansir dari The Guardian, sejak 1926 ‘merendahkan’ negara dan kepala negara merupakan tindakan yang melanggar hukum Turki. Sejak Erdogan menjabat sebagai presiden pada 2014, jumlah kasus pidana mengenai hal tersebut telah meningkat.
Menurut data Kementerian Kehakiman, dalam tujuh tahun terakhir ada lebih dari 160 ribu penyelidikan telah diluncurkan dan hampir 13 ribu orang telah dihukum karena dituduh menghina presiden.
Pekan ini ada laporan mengenai jurnalis yang dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena menghina presiden dengan membagikan puisi Ottoman berusia 300 tahun di Facebook.
Selain itu, seorang perempuan berusia 96 tahun dari Sanli Urfa akan diadili setelah membuat komentar di media sosial yang dianggap menyinggung kehormatan presiden.
Pengadilan hak asasi manusia Eropa menentang Turki yang menahan seorang lelaki karena unggahan di Facebook sebab mengkritik Erdogan pada 2017.
Penahanan itu dianggap melanggar hak kebebasan berekspresi. Pengadilan meminta Turki mengubah undang-undang dan membayar ganti rugi kepada mereka yang didakwa, tapi hal seperti itu sering diabaikan Ankara. (hanoum/arrahmah.com)