JAKARTA (Arrahmah.com) – Rhoma Irama akhirnya memenuhi panggilan Panwaslu DKI Jakarta. Raja Dangdut itu tiba di Panwaslu sekitar pukul 09.50 WIB. Pemanggilan Rhoma ini terkait dengan dugaan SARA dalam ceramahnya.
Kedatangan Rhoma langsung disambut dengan iringan shalawat dan kumandang takbir dari para penggemarnya yang sudah lebih dahulu memadati halaman gedung Panwaslu. Setibanya di Panwaslu, Rhoma langsung menggelar keterangan pers.
Dalam keterangan persnya, Rhoma menceritakan kronologi ceramahnya di masjid daerah Jakarta Barat. Saat memberikan keterangan persnya itu, Rhoma berlinang air mata.
“Di sana saya mengucapkan sebuah ayat, yang bunyinya ‘Bahwa orang beragama Islam dilarang untuk memilih non muslim menjadi pemimpin, dan hukuman bagi yang memilih pemimpin non muslim adalah menjadi musuh Allah,” kata Rhoma di Panwaslu, Senin (6/8).
Terkait menangisnya dia, Rhoma menjelaskan bahwa hal tersebut karena menyikapi dukungan yang diberikan ke dia. “Saya terharu melihat para pendukung yang hadir,” ujar Rhoma.
Menurut dia, ceramahnya di Masjid Al Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat adalah sebagai mubalig. “Saya di sana saya sebagai mubalig, dan masjid itu otonom dan masyarakat yang hadir homogen, dan untuk semua ulama wajib menyampaikan apa yang dipesan oleh Allah,” kata Rhoma.
Rhoma menjelaskan, di masa Pilkada seorang pemuka agama harus menyampaikan ajaran dalam memilih seorang pemimpin. “Karena dalam pemilu, pesan-pesan untuk memilih pemimpin harus disampaikan,” ujar dia.
Meski harus berurusan dengan Panwaslu DKI, Rhoma merasa ceramahnya tak menyinggung salah satu pasangan cagub dan cawagub DKI.
“Saya tidak perlu meminta maaf kepada kelompok Jokowi-Ahok, karena saya merasa tidak berbuat salah. Kedua, kita enggak perlu Islah karena kita enggak bermusuhan,” ujar Rhoma di kantor Panwaslu, Senin (5/8).
Menurut Rhoma, ceramahnya di Masjid Al Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat, hanyalah dakwah dan jangan diartikan sebagai kampanye untuk pasangan tertentu. Jika Panwas memiliki penilaian lain Rhoma bersedia memberikan keterangan.
“Selama ini yang saya sampaikan di masjid-masjid itu bukan kampanye, kami berdakwah. Tapi mungkin penilaiannya Panwaslu berkampanye,” katanya.
Pelantun lagu Syahdu itu berharap hal seperti ini dapat diselesaikan secara arif dan bijaksana. Panwaslu sebagai ‘wasit’ dapat memberikan jalan keluar yang tidak menguntungkan salah satu pihak.
“Jangan sampai terjadi benturan antara muslim dengan nonmuslim. Saya sangat menghormati Jokowi dan Ahok dalam konteks berbangsa. I love them all,” tuturnya. (bilal/dbs/arrahmah.com)