BUCHAREST (Arrahmah.id) — AS akan meminta Majelis Umum PBB untuk menyingkirkan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia. Hal itu diungkapkan oleh duta besar AS untuk PBB pada Senin (4/4/2022), setelah Ukraina menuduh pasukan Rusia membantai puluhan warga sipil di Kota Bucha.
Menurut aturan yang berlaku di PBB, dua pertiga suara mayoritas Majelis Umum yang beranggotakan 193 orang di New York dapat mencabut keanggotaan sebuah negara di Dewan HAM karena terus-menerus melakukan pelanggaran berat dan sistematis terhadap HAM.
“Partisipasi Rusia di Dewan Hak Asasi Manusia adalah lelucon,” kata Duta Besar AS, Linda Thomas-Greenfield, di sela-sela kunjungannya ke Rumania, seperti dikutip Reuters (4/4/2022).
“Dan itu salah, itulah sebabnya kami percaya inilah saatnya Majelis Umum PBB memilih untuk menyingkirkannya (Rusia),” ucapnya.
Kiev menyatakan bakal menggunakan semua mekanisme yang tersedia di PBB untuk mengumpulkan bukti atas kejahatan Rusia di Ukraina.
“Tidak ada tempat bagi Rusia di Dewan HAM PBB,” kata Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba.
Thomas-Greenfield mengatakan dia ingin pemungutan suara di Majelis Umum untuk menentukan keanggotaan Rusia di Dewan HAM PBB digelar pekan ini.
Sejak Rusia mulai melakukan serangan ke Ukraina pada 24 Februari, Majelis Umum PBB telah mengadopsi dua resolusi yang mengecam Moskow, dengan 140 suara mendukung.
“Pesan saya kepada 140 negara yang dengan berani berdiri bersama adalah, gambaran Bucha dan kehancuran di seluruh Ukraina mengharuskan kita untuk mencocokkan kata-kata kita dengan tindakan,” kata Thomas-Greenfield.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menyebut upaya untuk mengeluarkan negaranya dari Dewan HAM PBB sebagai wacana yang tidak dapat dipercaya.
Menurut dia, upaya semacam itu tidak akan membantu perundingan damai antara Ukraina dan Rusia.
“Ini sekali lagi belum pernah terjadi sebelumnya dan ini tidak akan memfasilitasi atau mendorong atau membantu pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina,” kata Nebenzia.
Dia pun menolak tuduhan Ukraina terkait kekejaman Rusia di Bucha. Nebenzia mengatakan, rekaman gambar dan video tentang mayat-mayat di jalanan kota itu sengaja “dipentaskan” Barat untuk menyudutkan Rusia.
Setelah Rusia menarik diri dari beberapa daerah di sekitar Kiev, pihak Ukraina mengklaim menemukan ratusan mayat di Bucha.
Wali kota setempat mengatakan, mayat-mayat itu adalah korban pembantaian oleh pasukan Rusia. Kota Bucha berjarak 37 km sebelah barat laut ibu Kiev. Namun, Rusia membantah tuduhan yang menyebut pasukannya membunuh warga sipil di Bucha.
Moskow mengatakan, tidak ada penduduk yang menderita akibat kekerasan dari pasukan Rusia.
Saat Amerika Serikat meminta Majelis Umum mengeluarkan Rusia dari Dewan HAM PBB karena serangan Moskow ke Ukraina, Washington DC tampaknya lupa dengan perbuatannya sendiri.
AS pernah menyebabkan ratusan ribu penduduk sipil meninggal sejak tentaranya menginvasi Irak pada 2003.
Menurut catatan Watson Institute for International and Public Affairs, ada 184.382 hingga 207.156 warga sipil yang tewas akibat kekerasan terkait perang langsung yang disebabkan oleh AS, sekutunya, militer dan polisi Irak, serta pasukan oposisi sejak dimulainya invasi Irak hingga Oktober 2019.
Sementara itu, data lain menyebutkan, operasi militer AS dan sekutunya di Afghanistan selama 20 tahun telah menyebabkan hampir 50.000 warga sipil di negara Asia Tengah itu tewas.(hanoum/arrahmah.id)