KABUL (Arrahmah.com) – Larangan anak perempuan bernyanyi di depan umum yang diberlakukan oleh pejabat pendidikan di ibu kota Afghanistan minggu lalu telah dibatalkan setelah kampanye media sosial yang mencakup video paduan suara wanita setempat menyanyikan lagu favorit mereka.
Paduan suara ini adalah fitur reguler acara resmi Afghanistan, tetapi ketika otoritas pendidikan di Kabul melarang partisipasi kaum perempuan, hal itu langsung memicu reaksi balik.
Perintah tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa pejabat pendidikan melakukan “Talibanisasi” di negara itu, menandai kembalinya kelompok tersebut yang melarang partisipasi wanita di hampir semua ranah publik.
Minggu malam (14/3/2021), kementerian pendidikan mengeluarkan pernyataan yang mengatakan larangan itu “tidak mencerminkan posisi atau kebijakan Kementerian”.
Pengumuman tersebut menyusul reaksi keras dari pengguna media sosial menggunakan tagar “#IAmMySong” sebagai propaganda penolakan.
“Di Afghanistan hari ini, Kementerian Pendidikan mencekik suara gadis-gadis kecil kami dengan melarang mereka menyanyi,” tweet Shamila Kohestani, mantan kapten tim sepak bola wanita nasional.
“Mereka benar-benar mengajari gadis-gadis bahwa mereka tidak memiliki suara. #IAmMySong.”
Melalui Facebook, Tayeb Safa menulis: “Saya merasa Taliban sedang bangkit kembali.”
Kontroversi itu muncul di tengah kekhawatiran akan kemungkinan kembalinya Taliban ke tampuk kekuasaan ketika AS mempertimbangkan penarikan pasukannya yang tersisa dari negara itu dalam beberapa pekan mendatang sesuai dengan kesepakatan penting yang ditandatangani dengan kelompok itu tahun lalu.
Pembicaraan damai antara Taliban dan pemerintah sebagian besar terhenti dalam beberapa bulan terakhir, sementara kampanye pembunuhan yang ditargetkan – termasuk pembunuhan wanita terkenal Afghanistan – semakin mengguncang negara itu.
Sejumlah outlet media Barat memanfaatkan isu tersebut untuk menjalankan propaganda anti-Islam. Mereka mengklaim Afghanistan, sebagai salah satu negeri dengan mayoritas Muslim, terus menjadi salah satu negara paling menindas bagi wanita meskipun puluhan tahun mendapat bantuan internasional dan jatuhnya Taliban. (Althaf/arrahmah.com)