INGGRIS (Arrahmah.com) – Seorang Muslim Inggris menuntut ganti rugi sebesar £ 50.000 kepada Kantor Pusat MI5 setelah dia dijadikan tahanan rumah hanya karena dia dicurigai memiliki hubungan dengan Al-Qaeda, lansir Daily Mail pada Senin (10/06/2013).
Dugaan itu muncul setelah perintah pengawasan atas dirinya selama tiga tahun dan MI5 (dinas mata-mata Inggris) mengklaim mencurigainya sebagai salah satu ancaman “teror” terbesar bagi keamanan nasional.
Gerakannya dibatasi, dia dilarang menggunakan internet atau ponsel dan dilarang belajar di perguruan tinggi.
Muslim tersebut, yang berinisial AE, juga dilarang menghubungi “ekstremis” yang terkait dengan masjid Inggris.
Tapi perintah pengawasan itu, yang dibuat pada tahun 2006, telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi pada saat dinas keamanan tidak mampu mengungkapkan bukti lebih yang memberatkannya setelah ada permintaan dari pengacaranya, lapor The Daily Mail.
Pria itu, yang tinggal di Inggris bersama istri dan anak-anaknya, merupakan salah satu dari sedikitnya empat mantan tersangka “teror” yang dituntut untuk menjalani “penahanan ilegal”.
Dalam sebuah dokumen pengadilan yang merinci buktinya, MI5 menduga AE memiliki kontak dengan “ekstremis dan kriminal” di Inggris.
Selama penggeledahan di rumahnya pada bulan Agustus 2005, MI5 hanya bisa mengatakan komputer AE mengungkapkan bahwa dia telah “mengunjungi situs web yang menjual helikopter dan mobil remote control mainan.”
MI5 menduga dia juga telah berencana untuk membeli kamera lowlight pinhole dan menuduhnya telah terlibat dalam penipuan identitas atas nama kontak “ekstremis”nya.
Pengacara AE yang berbasis di Bradford, Mohammed Ayub, mengatakan dia sedang melakukan negosiasi dengan Departemen Dalam Negeri untuk pembayaran kompensasi.
Pengacaranya berkata: “Dia berpendapat dirinya tidak bersalah. Kantor Pusat tidak pernah mengungkapkan bukti, karena itulah klien saya tidak pernah bisa menerima pengadilan yang adil.”
“Dia tidak bisa menanggapi tuduhan-tuduhan itu selain menolaknya. Klien saya telah kehilangan sebagian besar hidupnya sementara tunduk pada perintah pengawasan itu.”
Sementara itu, Kantor Pusat hanya bisa mengatakan kepada MailOnline: “Kami tidak bisa mengomentari kasus-kasus individu.” (banan/arrahmah.com)