TEL AVIV (Arrahmah.com) – Menteri Luar Negeri Yair Lapid mendesak parlemen untuk mendukung perpanjangan UU Diskriminatif Terhadap Warga Palestina. Menurutnya, UU tersebut merupakan alat yang bisa memastikan Yahudi sebagai mayoritas di negara “Israel”.
“Israel adalah negara untuk bangsa Yahudi, dan tujuan kita adalah untuk memiliki mayoritas Yahudi,” tegas Lapid dalam cuitan di Twitter, seperti dilansir Reuters (6/7/2021).
Ia menambahkan, jika UU tersebut dihapus, akan terjadi peningkatan pada terorisme rakyat Palestina.
Sebelumnya, pemerintahan baru “Israel” pada Selasa (6/7), menetapkan tidak akan memperpanjang Undang-undang kontroversial yang melarang pemberian kewarganegaraan kepada warga Palestina yang menikah dengan warga negara “Israel”.
Hasil pemungutan suara di parlemen seri, dengan jumlah suara 59-59. Karena tak berhasil diperbaharui, UU tersebut akan kadaluwarsa pada Selasa (6/7) tengah malam nanti, demikian dikutip dari Reuters.
Seperti diketahui, koalisi pimpinan PM baru Naftali Bennett ini terdiri dari sejumlah politikus dengan ideologi yang berbeda-beda dan bertolak belakang, meliputi partai sayap kiri hingga partai Islam.
Dua anggota dari Partai Arab abstain dari pemungutan suara. Sementara Benjamin Netanyahu, mantan PM yang dilengserkan oleh koalisi baru tersebut, beserta Partai Likud, memilih menentang pembaruan UU tersebut.
Padahal dulunya, Netanyahu dan kawan-kawan merupakan pendukung setia dari UU itu.
Undang-undang yang pertama disahkan pada 2003 itu disebut membantu memastikan keamanan “Israel”, sementara banyak pihak lainnya mengatakan, UU itu memastikan “karakter Yahudi” milik “Israel”.
UU tersebut menjadi kontroversial karena dituding mendiskriminasi masyarakat minoritas Arab di “Israel” yang hanya berjumlah 21%.
Dengan adanya hukum tersebut, mereka tidak bisa memperpanjang hak kewarganegaraan atau kependudukan tetap milik pasangan mereka, yang merupakan orang Palestina. Meskipun ada pengecualian yang dibuat berdasarkan kasus per kasus.
“Saya sudah menikah selama 26 tahun lamanya dan harus selalu memperbarui izin tinggal saya setiap tahunnya,” ujar Asmahan Jabali. Ia adalah wanita Palestina yang menikah dengan seorang pria asal Desa Arab Taybeh di “Israel” tengah.
“Ini adalah kemenangan sementara bagi kami, tetapi, ini baru permulaan,” lanjutnya.
Jabali, yang menentang keras UU tersebut, memperkirakan masih ada puluhan ribu keluarga yang bernasib sama dengannya. (hanoum/arrahamh.com)