WASHINGTON (Arrahmah.com) – Kedutaan Besar RI di Washington DC kembali sibuk menghabiskan uang rakyat dengan mengadakan serangkaian diskusi pada Rabu (15/4).
Tampak hadir di antaranya Mantan Dirjen Norwegia yang kini menjabat sebagai Dirjen Deplu untuk wilayah Amerika dan Eropa Retno Marsudi, Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Deplu RI Andri Hadi, dan beberapa pengamat dari kalangan akademisi, Profesor Dr Azyumardi Azra (pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah), Prof James Clad (National Defense University) dan Dr Irwan J Azis (Profesor dan Diroctor JGSM Cornell University).
Selain itu, nampak hadir seluruh Konjen dari Perwakilan Indonesia di Amerika. Acara mulai dibuka sekitar jam 8.30 pagi waktu Washington DC oleh Dubes RI, Sudjadnan Parnohadiningrat, didampingi oleh Dubes Retno Marsudi dan Mr.Scot Marciel (deputy Assistant Secretary for Southeast Asia & ambassador for ASEAN Affairs, US Department of States).
Rangkaian diskusi sepanjang hari kemarin (15/4) di KBRI Washington DC tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat berkunjung ke AS 14-16 November tahun lalu. Dalam pertemuan tersebut antara lain Presiden SBY mulai mengangkat topik ‘bodoh’ mengenai perlunya membangun kerjasama (partnership) yang komperehensif antara AS-Indonesia.
Sejak saat itu, semakin banyak perbincangan mengenai hal ini dan diwujudkan dalam berbagai kesempatan pertemuan antar pejabat tinggi negara. Antara lain pertemuan antar wakil presiden (JK-Joe Biden) awal Februari 2009 yang lalu, dan kunjungan balasan Clinton ke Jakarta, akhir Februari 2009.
Kunjungan Clinton yang disambut oleh Menlu Hasan Wirajuda, melahirkan kesepakatan untuk memulai membangun kerjasama (baca: penjajahan-Red.) yang komperehensif antara AS-Indonesia.
Diskusi Meja Bundar tersebut merupakan diskusi intensif, dimana masing-masing negara (AS dan Indonesia) akan saling memberikan kontribusi dalam berbagai topik untuk memberi masukan (baca: mendikte-Red.) bagi para pembuat kebijakan, dimana kebijakan tersebut nantinya akan mempengaruhi hubungan kerjasama AS-Indonesia di masa mendatang.
Topik diskusi terbagi menjadi empat pokok bahasan, yaitu mengenai politik dan keamanan, ekonomi, energi dan lingkungan hidup, serta diplomasi publik.
Dan sepertinya penderitaan berkepanjangan yang dialami oleh bangsa ini tidak cukup membuat pemerintah munafik kita sadar bahwa negara komprador AS memiliki banyak agenda besar untuk tetap mengukuhkan hegemoninya di Indonesia. Mereka tetap berharap dari diskusi yang ‘mewah’ itu akan menghasilkan kesepakatan yang mendasar untuk terciptanya kerjasama komprehensif antara keduanya. (Althaf/dtk/arrahmah.com)