SITTWE (Arrahmah.com) – Kekerasan terhadap Muslim Myanmar kembali meningkat setelah beberapa waktu yang lalu sempat mereda. Saat presiden Thein Sein berencana mengunjungi wilayah konflik, penyedia layanan kesehatan mengatakan praktek diskriminasi di rumah sakit pemerintah setempat terjadi, mereka mencegah pasien Muslim dengan kondisi yang mengancam nyawa untuk mendapatkan akses perawatan.
Sejak bentrokan pertama pecah di Arakan pada tahun lalu, kaum Muslim menghadapi banyak pembatasan. Mereka dipaksa untuk mengandalkan dokter dengan klinik keliling yang dapat menjangkau desa-desa terpencil atau kamp pengungsi. Namun dalam kasus-kasus darurat yang membutuhkan penanganan khusus, para dokter ini telah berjuang untuk membuat rujukan ke rumah sakit umum, namun hampir seluruh rumah sakit tersebut menolak menerima pasien Muslim.
Dari 70.000 konsultasi medis yang dilakukan oleh Medecins Sans Frontieres (MSF), sebuah organiasi kemanusiaan internasional, hanya bisa membuat 46 rujukan ke rumah sakit, jumlah yang sangat jauh dari yang dibutuhkan.
“Ada kesenjangan antara jumlah rujukan yang bisa kami buat dengan jumlah orang yang membutuhkan rujukan, dan sebagai hasilnya, banyak orang mati,” ujar Vickie Hawkins, wakil kepala misi MSF di Myanmar kepada The Irrawaddy pada Rabu (2/10/2013). Sejumlah kondisi yang mengancam jiwa tidak dapat dirawat di klinik keliling, ujarnya. Ia menambahkan bahwa wanita dengan kehamilan yang rumit di antara mereka yang paling sering diperlukan untuk dirawat di rumah sakit.
Beberapa faktor telah menjadi penghalang rujukan, lanjutnya. Di antara tantangan terbesar adalah fakta bahwa pasien Muslim hanya bisa diterima di satu rumah sakit umum di Sittwe. Setiap kota di negara bagian Rakhine memiliki rumah sakit umum, tetapi tidak mau menerima Muslim. MSF mengatakan rumah sakit tersebut menjadikan masalah keamanan sebagai alasan untuk tidak menerima Muslim, mereka mengatakan bahwa staf rumah sakit diancam oleh anggota masyarakat setempat (teroris Budha-red) untuk menolak Muslim.
Muslim Myanmar berjumlah sekitar 5 persen dari total 60 juta penduduk di Myanmar. Di negara bagian Arakan, kelompok Muslim yang dikenal dengan Rohingya menghadapi diksriminasi dan membuat mereka harus meninggalkan rumah sendiri dan terkatung-katung di kamp pengungsi.
Rumah sakit Township, tidak hanya menolak Muslim Rohingya, mereka juga menolak ummat Islam dari etnis lainnya seperti Kaman, yang notabene diakui oleh pemerintah sebagai warga negara. Akibatnya, pasien Muslim harus menempuh jarak yang jauh ke Sittwe.
Di rumah sakit umum sittwe sendiri, Muslim diperlakukan berbeda. Dari sekitar 200 tempat tidur di rumah sakit, mereka hanya memiliki 18 tempat tidur untuk pasien Muslim dengan bangsal terpisah.
Juru bicara pemerintah di negara bagian Arakan, Win Myaing pada Kamis (3/10) menolak untuk memberikan komentar terkait upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di negara bagian tersebut. (haninmazaya/arrahmah.com)