Sebuah pepatah mengatakan “jika anda ingin menguasai Dunia maka kuasai media (informasi)”. Benar tidaknya pepatah tersebut, yang jelas dewasa ini media massa memiiki fungsi strategis dalam kontrol sosial masyarakat. Tak dipungkiri pula bahwa media massa punya andil besar dalam mempengaruhi kebijakan sang pengampu kebijakan sebuah negri, termasuk di Indonesia.
Karena pemberitaan media pula, banyak kasus yang terjadi ditengah-tengah masyarakat membuat pihak berwenang segera bertindak cepat untuk menyelesaikan persoalan. Disisi lain, disadari atau tidak, media juga telah menjadi alat untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas isu yang mengancam kekuasan.
Media yang baik tentu adalah media yang bersikap objektif, adil, dan tidak deskriminatif terhadap sebuah golongan masyarakat di dalam pemberitaannya. Selain itu media tersebut harus mampu merekontruksi masyarakat dan Negara untuk menuju kebaikan. Dalam konteks keindonesian, untuk menuju Indonesia yang lebih baik dan berkeadilan.
Namun sayang, terkadang hal itu belum dapat terpenuhi sepenuhnya oleh media-media umum cetak maupun elektronik di Indonesia saat ini. Khususnya apabila hal ini menyangkut permasalahan Islam dan kaum muslim di negri ini.
Apakah saat ini media benar-benar sudah terkena imbas dari sebuah rekomendasi oleh seorang pengamat dari barat , Ariel Kohen, berikut: “AS harus menyediakan dukungan kepada media lokal untuk membeberkan contoh-contoh negatif dari aplikasi syariah)”. Sedangkan ide-ide yang harus terus menerus diangkat ialah menjelekkan citra Islam: perihal demokrasi dan HAM, poligami, sanksi kriminal, keadilan Islam, minoritas, pakaian wanita,kebolehan suami untuk memukul istri.” (Cheril Benard, Cicil democratic Islam, partners, resources, and strategies, the rand corporation halaman.1-24).
Apa yang terjadi di Medan serta beberapa tempat lain adalah salah contoh dari sekian banyak contoh. Bahwa telah terjadi pembakaran dan pengrusakan terhadap rumah-rumah Allah, namun nyaris tanpa pemberitaan dari media massa. Hal ini bertolak belakang jika kejadian sama menimpa tempat ibadah lain, maka ramai-ramai umat Islam yang akan langsung dikambing hitamkan. Gegap gempita pemberitaannya pun begitu terasa.
Sebagaimana dalam keterangan pers realease PAHAM (Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia) Indonesia sebagaimana dikutip voa-islam.com (13/4) bahwa telah terjadi beberapa aksi anarkis terhadap beberapa Masjid, diantaranya:
1. Pembakaran dan pengrusakan Masjid Nur Hikmah di Dusun Lima Desa Aek Loba Kecamatan Aek Kuasan, Kabupaten Asahan.
2. Pembakaran dan pengrusakan Masjid Taqwa di Kelurahan Aek Loba, Kecamatan Aek Kuasan, Kabupaten Asahan.
3. Pembongkaran Masjid Al IKhlas di Jl. Timur No. 23, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan.
4. Pembakaran rumah, pengrusakan masjid dan penganiayaan massif di Jl. Kp Melayu, Selambo, Dusun Tiga, Desa Amplas, Kecamatan Percutseituan, Kabupaten Deli Serdang, Medan.
5. Pembakarn Masjid Fii Sabilillah di Jl. Lintas Tobasa, Lumban Lowu, Kabupaten Toba Samosir, Toba Samosir.
6. Pembakaran Masjid Besitang, Desa Selamet, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat.
Contoh lain, media juga gampang sekali mencap seorang muslim sebagai teroris meski si fulan belum terbukti sebagai teroris. Justru yang jelas-jelas teroris, misalnya Tibo Cs. Terpidana hukuman mati kasus Poso dahulu juga tak pernah mendapat gelar teroris, padahal sudah terbukti melakukan teror. Begitu pula kasus-kasus anarkis yang melibatkan umat Islam, dengan hanya memberitakan kulit luar persoalan.
Dikhawatirkan jika kemudian ada reaksi dari umat Islam atas kejadian ini, lalu hanya umat Islam yang disalahkan tanpa melihat duduk persoalan. Bagaimanapun tindakan pengrusakan terhadap tepat ibadah yang sah secara hukum adalah jelas tidak boleh ditolelir, maka harus segera ditindak tegas.
Kepada pihak berwenang, kita berharap untuk segera mengusut tuntas kejadian ini tanpa menunggu tekanan publik guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dan memberi hukum setimpal bagi para pelakunya. Buktikan bahwa negri ini adalah Negara hukum. Hukum harus ditegakkan untuk semua warga Negara, bukan hanya untuk kelompok tertentu saja.
‘Alakullihal, saat ini kita rindu dan membutuhkan sebuah sistem yang mampu mengatur dengan baik sebuah Negara yang berpenduduk hiterogen atau majemuk. Menciptakan ketentraman bersama bagi setiap pemeluk agama, baik Islam maupun Non Muslim.
Menjadikan media massa yang lebih bermakna. Bagi Negara khilafah, di dalam negri media berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kokoh . Sedang di luar negeri, ia berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia. (Masyru’ Dustur Dawlah al-Khilafa, alwaie 10/2008).
Suatu contoh kehidupan sebuah masyarakat yang begitu indah. Hingga membuat orang barat sekalipun memberikan kredit positif, simak saja penuturan TW Arnold dalam The Preaching of Islam berikut: “ Ketika Konstantinopel kemudian dibuka oleh keadilan Islam pada 1453, Sultan Muhammad II menyatakan dirinya sebagai pelindung Gereja Yunani. Penindasan pada kaum Kristen dilarang keras dan untuk itu dikeluarkan sebuah dekrit yang memerintahkan penjagaan keamanan pada Uskup Agung yang baru terpilih, Gennadios, beserta seluruh uskup dan penerusnya. Hal yang tak pernah didapatkan dari penguasa sebelumnya. Gennadios diberi staf keuskupan oleh Sultan sendiri. Sang Uskup juga berhak meminta perhatian pemerintah dan keputusan Sultan untuk menyikapi para gubernur yang tidak adil,”.
Sangat terkutuk pihak yang telah membakar dan merusak masjid-masjid itu. Hal ini menunjukkan bahwa Islam saat ini sedang diremehkan dan dilecehkan. Sungguh, kita sangat merindukan sistem Islam itu. Sistem yang akan menjaga kemuliaan kaum muslim dan memberikan perlakuan yang baik bagi non muslim. Aneh kalau masih ada yang tidak rindu. Wallahu a’lam.
Ali Mustofa Akbar
Direktur Rise Media Surakarta