JAKARTA (Arrahmah.com) – Direktur An Nashr Institute, Munarman SH menyatakan bahwa potensi chaos dan eskalasi konflik pasca Pilpres memang ada. Ini dikuatkan dengan adanya operasi cipta kondisi melalui beredarnya secara massif kekacauan informasi (disinformasi) hasil Pilpres.
“Ada pihak-pihak yang mendorong intensitas suhu yang makin tinggi ini justru membebankan atau mengkambinghitamkan pihak lain yang tidak terlibat,” katanya dalam diskusi bertema “Mengantisipasi skenario chaos kubu merah,” di Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (12/7/2014).
Dia menegaskan kelompok ini sangat pintar bersembunyi dan membebankan peristiwa yang mereka harapkan terjadi kepada pihak lain. Dalam hal ini adalah umat Islam yang akan dikorbankan dari situasi yang kacau.
Munarman menuding ada pihak-pihak yang sengaja memicu intensitas dan mendorong eskalasi yang mengarah kepada makin tingginya suhu politik, yang hampir-hampir mengarah kepada benturan-benturan fisik.
“Tapi kelompok ini sangat pintar bersembunyi dan membebankan peristiwa yang mereka harapkan terjadi kepada pihak lain. Dalam hal ini adalah umat Islam yang akan dikorbankan jadi pelaku dari situasi yang kacau. Itu skenario begitu sebetulnya,” ujarnya
Dirinya juga mengintrodusir yang dimaksud kubu merah adalah kubu yang ingin memanfaatkan situasi terjadinya kekacauan informasi untuk kepentingannya sendiri.
“Kubu merah adalah kelompok yang selalu menunggangi situasi untuk kepentingannya sendiri,” tandas Munarman.
Sebagai contoh pernyataan Burhanudin Muhtadi yang terang-terangan menyatakan bahwa kalau hasil perhitungan KPU tidak sesuai dengan perhitungan lembaga survei yang melakukan Quick Count maka KPU bersalah.
“Ini bentuk deligitimasi institusi-institusi negara,” tegas Munarman.
Cara seperti ini adalah mirip cara komunis, Munarman mencontohkan peristiwa Madiun tahun 1948. Ketika itu bangsa Indonesia tengah mengahadapi agresi Belanda, tiba-tiba ada kelompok merah mengambil alih Madiun.
“Peristiwa Madiun ini korbannya luar biasa banyak dari umat Islam,” ungkapnya.(azm/arrahmah.com)